
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Perusahaan-perusahaan di Indonesia mengantisipasi peningkatan anggaran teknologi memasuki tatanan baru imbas pandemi Covid-19.
Kebiasaan kerja jarak jauh mendorong percepatan transformasi digital di sektor bisnis. Hal inilah yang diyakini oleh sejumlah pemimpin perusahaan bahwa keamanan siber (cybersecurity) menjadi prioritas.
“Di antara pemimpin mpinan perusahaan di Indonesia yang percaya bahwa investasi harus difokuskan pada bekerja jarak jauh dan 83 persen dari mereka mengatakan bahwa peningkatan keamanan siber merupakan prioritas utama,” demikian hasil survei perusahaan keamanan siber CrowdStrike dalam pernyataan tertulisnya yang diterima, Senin (14 September 2020).
“Selain itu, terlepas dari pandangan ekonomi yang suram, 86 persen pimpinan bisnis lokal memperkirakan anggaran untuk teknologi akan meningkat.”
Survei juga menyebutkan, 76 persen pemimpin bisnis di Indonesia memandang serangan siber sebagai tiga ancaman teratas bagi bisnis setelah kondisi ekonimi (83 persen) dan gelombag baru Covid-19 (82 persen) dalam enam bulan ke depan.
“Ini ancaman yang lebih serius dibandingkan perang dagang dan perubahan iklim,” tulis CrowdStrike.
Survei tentang keamanan siber tersebut—diprakarsai oleh CrowdStrike—dilakukan oleh lembaga peneliti independen, StollzNow. Responden yang disurvei sebanyak 2.017 orang. Responden adalah pemimpin perusahaan yang mempekerjakan 100 staf lebih, kecuali di Selandia Baru terdapat perusahaan yang mempekerjakan 50-99 staf. Sayang, tidak dijelaskan berapa persen responden khusus Indonesia. Mereka yang disurvei berada di level manajerial, pemimpin eksekutif, manajemen senior dan manajemen menengah.
Menurut survei, sekitar 74 persen responden meyakini bahwa perusahaan harus meningkatkan investasi untuk perangkat lunak keamanan siber dalam enam bulan ke depan.
“Karena keamanan siber menjadi pertimbangan utama dalam alokasi anggaran, sebagian besar responden menyatakan bahwa Covid-19 menimbulkan peningkatan perilaku ancaman siber,” tulis CrowdStrike.
CrowdStrike mengamati adanya peningkatan aktivitas kejahatan elektronik hingga lebih dari 330 persen selama paruh awal 2020 jika dibandingkan tahun 2019.
“Di era bisnis normal baru, sangat penting untuk menerapkan solusi yang dapat digunakan dalam skala besar untuk mendeteksi ancaman baru, mematuhi peraturan baru, dan memanfaatkan cloud agar dapat dikelola dengan mudah dan dari jarak jauh,” kata Sherif El Nabawi, Vice President, Engineering, APJ, CrowdStrike.
Bekerja dari jarak jauh diperkirakan akan berlangsung selama beberapa waktu ke depan. Menurut El Nabawi, perusahaan harus memperbarui kebijakan keamanan siber dengan mempertimbangkan praktik bekerja dari jarak jauh atau hibrida.
“Ini meliputi perencanaan untuk penggunaan perangkat pribadi di jaringan perusahaan, penggunaan VPN untuk melindungi data sensitif, serta mengedukasi karyawan tentang ancaman siber yang ditimbulkan oleh situasi bekerja dari jarak jauh atau hibrida, dan tentu saja tentang kebersihan siber (cyber hygiene) untuk meminimalkan paparan,” kata El Nabawi.
Temuan lain untuk Indonesia dalam survei itu:
Share: