
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Komisi I DPR RI menargetkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) selesai pada pekan kedua November 2020.
“Menurut jadwal yang tadi disepakati bersama dengan Komisi I pada November 2020 mudah-mudahan RUU ini bisa selesai,” ujar Menteri Kominfo, Johnny G. Plate saat ditemui awak media setelah rapat kerja terkait RUU PDP di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (1 September 2020).
Johnny memandang UU PDP diperlukan untuk menjaga data pribadi masyarakat, terlebih juga ancaman siber terkait pencurian atau kebocoran data.
“Kita merasakan adanya serangan data yang luar biasa atau cyberattack, data leak, dan data breach. Sehingga, kita perlu untuk menjaga agar data yang menjadi hak dan dilindungi konstitusi oleh Undang-Undang Dasar. Data warga negara adalah aset dan modal negara,” ujar Johnny.
Dalam rapat hari ini, sembilan fraksi di Komisi 1 menyampaikan pandangannya terkait RUU PDP. Hanya lima fraksi yang menyinggung lembaga pengawas yang diamanatkan dalam RUU PDP. (Baca: Usulkan Lembaga Pengawas UU PDP, Empat Fraksi DPR Kompak: Harus Independen!)
Fraksi PAN menyinggung agar pasal-pasal di RUU PDP tidak multitafsir agar tidak menjadi pasal karet.
“Substansi RUU ini harus dilaksanakan secara cermat, hati-hati, transparan, komprehensif, serta melibatkan semua pemangku kepentingan. Agar RUU dipastikan tidak ada pasal multitafsir yang dapat digunakan untuk kriminalisasi terhadap warga negara atau pihak tertentu lainnya,” ujar anggotaFraksi PAN, Ahmad Rizky.
Ahmad Rizki juga mengatakan sampai saat ini terdapat 126 negara yang telah memiliki regulasi terkait perlindungan data pribadi.
“Fraksi PAN menginginkan agar RUU PDP secara subtansi setara dengan regulasi di negara-negara lain karena dalam hubungan dan kerja sama internasional saat ini, misalnya terkait transfer data, setiap negara mensyaratkan perlunya regulasi yang setara dan memadai,” ujar dia.
Sementara, anggota Fraksi PKS, Sukamta, juga menekankan agar pasal-pasal sanksi individu yang bersifat multitafsir dan rentan digunakan sebagai alat untuk mempidanakan dan mengkriminalisasi untuk ditinjau kembali.
Berikut ini jadwal pembahasan rapat-rapat berikutnya:
Redaktur: Andi Nugroho
Share: