
Dirjen Dikti Kemendikbud Prof Nizam. | Foto: ANTARA/HO Humas Dikti
Dirjen Dikti Kemendikbud Prof Nizam. | Foto: ANTARA/HO Humas Dikti
Cyberthreat.id – Akhir April lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menerbitkan survei terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19.
Hasilnya, mayoritas mahasiswa (63,11) persen mengeluhkan fasilitas internet selama belajar daring. Keluhaan tersebut terbagi dalam tiga hal, antara lain internet tidak stabil (30,85 persen), kuota internet tidak mencukupi (11,29 persen), dan internet tidak stabil serta kuota tidak mencukupi (20,97 persen).
Hasil survei juga menunjukkan pengeluaran mahasiswa untuk membeli internet selama sebulan. Mereka menghabiskan kuota internet di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 400.000 per bulan. (Baca: Survei Belajar Online: Mahasiswanya Siap, Internetnya Lambat)
Dari survei itu juga menunjukkan, mayoritas mahasiswa melakukan belajar online melalui ponsel pintar (68,71 persen). Sisanya, mereka memakai notebook (14,34 persen), desktop (10,7 persen), dan tablet (0,67 persen).
Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 237.193 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Mahasiswa perempuan terbanyak menjadi responden dengan 67,42 persen, sedangkan laki-laki 32,58 persen.
Untuk menanyakan keberlanjutan dari proses belajar daring di tingkat universitas selama masa pandemi ini, Cyberthreat.id mewawancarai Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI, Prof Nizam, Kamis (27 Agustus 2020).
Selama pandemi covid 19, proses belajar di perguruan tinggi dilakukan secara daring. Sebelumnya telah dilakukan survei belajar daring, bagaimana hasil evaluasinya?
Kami lakukan survei di bulan April dengan responden 273 ribu mahasiswa dari seluruh provinsi. Hasil evaluasi pembelajaran daring berjalan dengan cukup efektif.
Semakin tinggi tingkat kesiapan mahasiswa, semakin baik ketercapaian pembelajaran. Semakin tinggi kesiapan dosen, semakin baik juga capaian pembelajaran dan semakin siap materi pembelajaran semakin tinggi capaian mahasiswa. (semua korelasinya positif).
Kendala utama di koneksi (stabilitas koneksi, coverage koneksi, dan biaya koneksi).
Yang menarik, korelasi antara koneksi dan ketercapaian pembelajaran tidak signifikan. Dari situ, kami dapat simpulkan bahwa yang sangat berpengaruh pada capaian pembelajaran adalah kesiapan dosen, mahasiswa serta kualitas modul.
Sehingga kami lakukan pelatihan dosen tentang pembelajaran daring yang efektif selama bulan Juni-Agustus kemarin. Diikuti oleh 107.540 dosen. Serta, pengembangan modul untuk menambah konten aplikasi SPADA (sistem pembelajaran daring Indonesia). Tambahan sebanyak 600 modul perkuliahan daring kami siapkan.
Apa saja kendala yang dihadapi dosen dan mahasiswa dalam pelaksaan pembelajaran jarak jauh, apakah sudah ada solusinya?
Kendala utama adalah koneksi internet.
Kami koordinasi dengan Kementerian Kominfo dan kerja sama dengan operator seluler untuk memberikan paket yang ramah kantong mahasiswa serta mengajukan pendanaan dari pemerintah untuk menyubsidi pulsa.
Kominfo berjanji akan membantu memperluas jangkauan melalui para provider dan BAKTI untuk daerah 3T.
Alhamdulillah bantuan pulsa untuk mahasiswa dan dosen insyaallah akan dapat diberikan oleh pemerintah
Masih banyak daerah yang belum terjangkau koneksi internet 4G khususnya di daerah 3T, bagaimana menyikapi hal tersebut?
Akan di-cover oleh BAKTI dan perluasan oleh provider internet.
Bagaimana mengenai kendala teknologi? Misal ada dosen atau mahasiswa yang kurang paham cara menggunakan paltform video conference?
Kami adakan pelatihan pembelajaran daring bersertifikat bagi dosen secara gratis. Sejauh ini diikuti 273 ribu peserta.
Apa platform video conference yang banyak digunakan oleh perguruan tinggi dalam proses pembelajaran jarak jauh? Apakah Kemendikbud mempersiapkan platformnya, atau menggunakan platform milik enteprise (seperti Zoom, Google Meet, dll?
Semester lalu yang paling banyak digunakan adalah Zoom dan Google Meet.
Kami dorong provider untuk membuat platform video conference (vicon) “merah putih”. Saat ini kampus-kampus mulai mengembangkan platform vicon berbasis open-source. Sudah mulai uji coba. Di laman SPADA Dikti juga sedang kami siapkan platform vicon berbasis open-source.
Bagaimana dengan keamanan siber, apakah menjadi hal yang penting dalam proses pembelajaran jarak jauh? Bagaimana Kemdikbud memberikan pemahaman soal keamanan siber kepada mahasiswa dan dosen atau juga perguruan tinggi?
Situs-situs web pembelajaran daring di Dikti dan Perguruan Tinggi umumnya berada dalam secure internet connection (HTTPS). Sementara untuk data tentunya kami amankan dengan sistem keamanan berlapis.
Pernahkah terjadi insiden siber (seperti zoombombing) dalam proses pembelajaran jarak jauh?
Sejauh ini belum kami dengar adanya laporan insiden siber selama pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Dalam proses pembelajaran jarak jauh, apa yang menjadi fokus utama? Apakah fokus pada dosen yang memberikan materi atau mahasiswa yang harus aktif mencari tahu?
Fokus utama untuk PJJ adalah tersampaikannya materi pembelajaran minimal. Meskipun aspek-aspek nilai (value) juga kami dorong untuk tersampaikan. Misalnya dosen menanyakan apa kegiatan positif yang telah dilakukan mahasiswa di pekan ini, memberikan tugas-tugas yang relevan dengan pembentukan karakter.
PJJ sebetulnya melatih mahasiswa untuk menjadi independent learner, kecakapan abad 21 yang sangat penting.
Berdasarkan prediksi dari Kemdikbud, berapa lama PJJ ini berlangsung? Apakah metode ini akan diterapkan di perguruan tinggi?
Sampai pandemi dapat kita atasi bersama.
PJJ akan menjadi penguat pembelajaran luring. Hybrid mode of delivery akan memperkaya dan memperkuat pembelajaran. Mahasiswa dapat melakukan self study mengulang kembali kuliah dosen, mencoba soal dan tugas-tugas secara daring, dan berinteraksi di kelas secara lebih bermakna.
Seperti model flipped classroom. Di kelas, tinggal diskusi dan membahas complex problem solving. Teori bisa belajar dari rekaman kuliah dan modul ajar.
Pernah terjadi beberapa kali insiden pembobolan data di situs beberapa perguruan tinggi, bagaimana Kemdikbud menyikapi soal ini?
Sejauh ini belum ada laporan.
PJJ berkaitan erat dengan teknologi digital, apakah Kemdikbud berkolaborasi dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait? Bagaimana prospek kolaborasinya?
Kami berkolaborasi dengan Kemkominfo dan para peneliti di perguruan tinggi untuk peningkatan teknologi dan platform PJJ.
Banyak karya teknologi dari perguruan tinggi yang potensial untuk digunakan dalam memperkuat PJJ ke depan, seperti teknologi 5G, OTH radio wave, dan sebagainya.
Persoalan PJJ juga terkait dengan instansi di daerah misalnya dinas pendidikan. Apakah daerah-daerah memahami kesepahaman dan irama yang sama dengan Kemdikbud dalam menjalankan program ini?
Kerja sama dengan daerah sangat penting untuk Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). Ini di luar kompetensi saya untuk menjelaskan.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: