
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Cyberthreat.id – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong pemerintah untuk terbuka terkait dengan anggaran pemakaian orang-orang berpengaruh di media sosial (influencer). ICW menyebut pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 90,45 miliar untuk influencer.
Hal itu disampaikan peneliti ICW, Egi Primayogha, Jumat (21 Agustus 2020) kepada Cyberthreat.id. Menurut dia, yang perlu digarisbawahi adalah transparansi dan akuntabilitas dari pelibatan influencer “agar anggaran yang digelontorkan itu jelas arahnya ke mana.”.
Karena dalam situs layanan pengadaan secara elektronik (LPSE), kata Egi, tiap instansi pemerintahan tidak menjelaskan secara detail terkait penggunaan jasa influencer ini.
Transparansi dan akuntabilitas dari pelibatan influencer yang dimaksud Egi adalah bagaimana alokasi dan pemakaian anggaran tersebut.
“Selain itu mekanisme pembayaran influencer-nya seperti apa? Kenapa si A dipilih jadi influencer? Lalu, evaluasinya bagaimana,” tutur Egi.
Dalam LPSE, menurut Egi, tidak dijelaskan berapa dari anggaran itu yang diterima influencer dari agensi.
“Dalam paket itu kita enggak tahu jumlah yang diberikan ke influencer berapa. Karena paket pengadaan itu juga digunakan untuk membayar jasa agensi,” ujar dia.
Misal, ada agensi yang ikut tender dan menang. Anggaran itu digunakan oleh agensi untuk melaksanakan kegiatan yang melibatkan influencer. Nah, di sini tidak ada kejelasan berapa jumlah yang diberikan agensi kepada influencer.
“Itu harusnya yang diberitahukan oleh pemerintah [kepada publik],” ujarnya.
Keterangan: Anggaran belanja pemerintah yang melibatkan jasa influencer. Sumber: ICW
Keterangan: Anggaran belanja pemerintah untuk aktivitas digital per instansi. Sumber: ICW
Mengapa transparansi dan akuntabilitas ini perlu? Egi mengatakan, karena anggaran yang dibelanjakan untuk menggunakan jasa influencer itu anggaran publik.
Menurut Egi, jika tidak ada aspek transparansi dan evaluasi kegiatan, “Jangan-jangan buang-buang uang saja, gitu. Efektivitasnya harus diukur soalnya kan menggunakan anggaran publik yang tidak kecil,” ujar dia.
Sebelumnya, Egi dalam acara diskusi daring ICW Kamis (20 Agustus 2020) bertajuk “Rezim Humas: Berapa Miliar Anggaran Influencer?” mengungkapkan bahwa pemerintah pusat menggelontorkan anggaran sebesar Rp 90,45 miliar khusus aktivitas yang melibatkan influencer sejak 2017-2020.
Temuan ICW ini dari hasil penelusuran di situs LPSE berbagai lembaga pemerintahan. Instansi yang paling banyak menggelontorkan dana untuk jasa influencer ialah Kementerian Pariwisata.
Kementerian Pariwisata melakukan pengadaan jasa influencer sebanyak 22 paket dan nilai paketnya Rp 77,66 miliar.
Temuan ICW sebagai berikut:
Sementara itu, paket kegiatan sektor digital yang diadakan oleh pemerintah, anggaran yang digelontorkan sebesar Rp 1,29 triliun. Jumlah paket pengadaan terbesar dipegang oleh Kementerian Pariwisata dengan 44 jumlah paket.
Egi mengatakan, penelusuran tersebut dilakukan menyusul banyaknya informasi terkait Presiden Joko Widodo yang menggunakan influencer, termasuk munculnya pengakuan sejumlah artis yang mengaku dibayar untuk promosi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di media sosial.
“Sudah banyak yang bilang Jokowi menggunakan influencer, selalu undang influencer, bahkan ada juga influencer dibayar anggaran publik, kami berbekal dari situ, lalu didorong lagi dengan berita Ardhito Pramono (influencer yang mempromosikan RUU Cipta Kerja), kami bertanya: benar enggak nih? Makanya kami melakukan penelusuran,” ujar dia.
Ia pun menyarankan kepada influencer untuk memberikan penyangkalan andaikata mereka mendapatkan bayaran untuk mempromosikan sesuatu.
“Mereka bisa memberikan disclaimer dalam postingannya atau publikasinya,” kata Egi.
Yang dimaksud Egi adalah jika unggahan itu bekerja sama dengan pemerintah perlu ada keterangan bahwa unggahan adalah berbayar atau kerja sama dengan instansi tertentu.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: