
Ilustrasi
Ilustrasi
Cyberthreat.id - "Apple, Facebook, dan TikTok Dikenai PPN 10 Persen Mulai 1 September," begitu judul sebuah berita di sebuah media online pada 7 Agustus 2020.
"Facebook hingga TikTok Kini juga Kena Pajak," tulis media online lain.
Membaca dua judul itu, pembaca kemungkinan besar mengira yang kena pajak adalah perusahaan-perusahaan itu.
Benarkah? No. Yang dipajaki sebenarnya adalah kita selaku konsumen. Bukan perusahaan-perusahaan raksasa asal luar negeri dengan pendapatan hingga ratusan triliun dari transaksi global itu.
Mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020 perusahaan-perusahaan raksasa itu adalah sebagai Wajib Pungut Pajak saat konsumen berbelanja produk digital di platform mereka. Uang yang dipungut itu, lalu disetor ke kas negara.
Sempat Diprotes Amerika
Saat pemerintah hendak menerapkan pajak PPN 10 persen untuk produk digital, pemerintah Amerika Serikat sempat meminta klarifikasi. Ketika itu, kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (STR) mengirim surat ke Kementerian Keuangan.
Rupa-rupanya, Amerika keberatan jika perusahaan dari negaranya dipajaki. Itu lantaran pemerintah memiliki perjanjian pajak atau tax treaty dengan 60 negara, termasuk Amerika Serikat. Intinya, belum ada kata sepakat secara global untuk menarik pajak dari perusahaan yang beroperasi lintas negara di dunia maya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan telah menjelaskan kepada Amerika bahwa bukan perusahaannya yang dipajaki melainkan masyarakat Indonesia sendiri. Sehingga perusahaan digital luar negeri tidak dirugikan.
"Tak ada sengketa dalam PPN karena yang membayar masyarakat," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Katadata.id pada 16 Juni lalu.
Kriteria Perusahaan Digital yang Diwajibkan Memungut Pajak PPN
Berdasarkan PMK nomor 48 tahun 2020, perusahaan digital yang diwajibkan memungut pajak PPN antara lain, pelaku usaha e-commerce yang dalam kurun 12 bulan memiliki nilai transaksi penjualan produk digital melebihi Rp 600 juta dalam satu tahun, atau Rp 50 juta dalam satu bulan. Kemudian, perusahaan digital yang memiliki jumlah pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam satu tahun atau 1.000 orang dalam satu bulan.
Apa Saja Layanan yang Dipajaki?
Beberapa produk digital yang dikenakan pajak diantaranya: langganan steaming musik, nonton film steaming, aplikasi dan games digital berbayar, buku digital (e-book), serta jasa online dari luar negeri.
Sebagai contoh, sejak 1 Agustus lalu, pelanggan Netflix mengeluarkan biaya tambahan sebesar 10 persen dari sebelumnya. Jelas, bukan Netflix yang membayar pajak ke Indonesia, melainkan Netflix diminta oleh Dirjen Pajak untuk memungut tambahan 10 persen dari pelanggannya di Indonesia dan nantinya pungutan itu disetor ke kas negara.
Misal, Paket Ponsel naik dari Rp 49.000 menjadi Rp54.000 setelah pajak, sedangkan Paket Dasar menjadi Rp120.000 dari Rp109.000. Selanjutnya, Paket Standar, kini Netflix mengenakan biaya sebesar Rp153.000 dari sebelumnya Rp139.000. Pelanggan Paket Premium kini harus membayar Rp186.000 dari Rp169.000. (Lihat: PPN untuk Platform Berbayar Asing sudah Berlaku, Tarif Netflix Berubah, loh!)
Kronologis Pungutan Pajak Digital
Pengenaan pajak produk-produk digital di platform asing diberlakukan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020 dan mulai berlaku sejak 1 Agustus 2020.
Awalnya, ada enam platform asing mendapat tugas memungut pajak PPN setiap berbelanja di sana.
Pemberitaan Reuters pada 7 Juli menyebut nama Amazon Web Services, Netflix, Spotify dan Google Alphabet untuk unit Google Asia Fasifik, Google Irlandia, dan Google LLC. (Lihat: Siap-siap Bayar PPN 10 Persen untuk Pembelian Produk Google, Amazon, Netflix, juga Spotify).
Pada 7 Agustus 2020, Dirjen Pajak kembali mengumumkan telah menunjuk 10 perusahaan sebagai pemungut PPN untuk produk digital luar negeri. Terhitung 1 September 2020, konsumen yang berbelanja produk digital di platform tersebut, akan dikenakan biaya tambahan sebesar 10 persen dari nilai belanja. Ke-10 platform itu adalah:
1. Facebook Ireland Ltd
2. Facebook Payments International Ltd
3. Facebook Technologies International Ltd
4. Amazon.com Services LLC
5. Audible Inc
6. Alexa Internet
7. Audible Ltd
8. Apple Distribution International Ltd
9. TikTok Pte Ltd
10. The Walt Disney Company (Asia Tenggara) Pte Ltd.
Jadi, sudah jelas kan siapa yang membayar pajaknya? Ya, Andalah yang harus merogoh kocek lebih dalam.[]
Update 9 September 2020:
Share: