IND | ENG
Mata-mata Siber yang Bikin AS dan China Saling Minta Tutup Konsulat

Seorang pekerja mencopot plakat yang menandakan gedung itu adalah konsulat AS di Chengdu, Minggu (26/07). | Foto: EPA via BBC

Mata-mata Siber yang Bikin AS dan China Saling Minta Tutup Konsulat
Yuswardi A. Suud Diposting : Senin, 27 Juli 2020 - 17:30 WIB

Cyberthreat.id - Hubungan Amerika Serikat dan China kian memanas. Setelah Amerika Serikat meminta China menutup kantor konsulatnya di Houston, Texas, giliran China yang meminta Amerika menutup kantor Konsulat Jenderal di Chengdu. Akibatnya, seperti dilaporkan BBC, hari ini kantor konsulat Amerika di Chengdu resmi ditutup dan para pegawainya angkat kaki dari kantor itu.

Aksi saling tutup kantor konsulat ini terkait dengan tudingan adanya aktivitas mata-mata siber. Pada Selasa (21 Juli 2020), Departemen Kehakiman Amerika Serikat menuduh China mensponsori para peretas yang mengincar sejumlah laboratorium yang tengah mengembangkan vaksin Covid-19.

Dua orang yang didakwa adalah mahasiswa teknik elektro bernama Li Xiaoyu dan Dong Jiazhi. Mereka dituding disponsori pemerintah China untuk memata-matai perusahaan-perusahaan AS yang sedang meriset vaksin untuk virus corona.

Menurut BBC, tim jaksa mengatakan kedua pria itu memata-matai perusahaan bioteknologi berbasis di Massachusetts yang sedang meriset vaksin Covid-19.

Mereka juga dituduh meretas sebuah perusahaan di Maryland, kurang dari sepekan setelah perusahaan itu menyatakan sedang meriset Covid-19.

Aparat AS menyebut kedua pria itu kerap mendapat dukungan dari agen-agen intelijen China, termasuk seorang pejabat dari Kementerian Keamanan Negara China.

Disebutkan, mereka juga terlibat dalam pencurian rahasia dagang, properti intelektual, dan informasi bisnis lainnya yang bernilai "ratusan juta dollar" sejak 2009.

Selain Amerika, menurut jaksa, mereka juga mengincar perusahaan di Belgia, Jerman, Jepang, Lithuania, Belanda, Spanyol, Swedia, dan Inggris.

Selain dua mahasiswa itu, Amerika juga mendakwa empat warga China atas tuduhan kecurangan visa dan berbohong mengenai afiliasi mereka dengan militer China. Tiga diantaranya telah ditahan. FBI masih berupaya menangkap satu orang lagi yang disebut-sebut berlindung di konsulat China di San Francisco.

Jaksa mengatakan mereka adalah bagian dari rencana China mengirim para ilmuwan militer ke AS. Disebutkan, sejumlah anggota militer China atau People's Liberation Army (PLA), mengajukan visa penelitian dan menyembunyikan "afiliasinya" dengan militer.

"Ini adalah bagian lain dari rencana Partai Komunis China untuk mengambil keuntungan dari keterbukaan masyarakat kita dan mengeksploitasi institusi akademik," tulis jaksa penuntut dari Departemen Kehakiman AS, John C Demers.

Empat orang yang dituduh melakukan penipuan visa itu adalah Wang Xin, Song Chen, Zhao Kaikai dan Tang Juan. Tang diduga kuat bersembunyi di konsulat San Francisco.

Wang Xin ditangkap pada 7 Juni setelah diinterogasi oleh agen Pabean dan Perlindungan Perbatasan di Bandara Internasional Los Angeles.  Wang yang dalam visanya mengatakan telah meninggalkan militer pada 2016, saat interogasi mengaku masih menjadi anggota PLA dan dan bekerja di laboratorium universitas militer.

Sementara Song Chen dan Chao Kaikai ditangkap pada 18 Juli. Menurut jaksa, Song mengaku sebagai ahli saraf dan tak lagi bekerja di angkatan bersenjata. Sementara temuan jaksa, Song masih berafiliasi dengan rumah sakit Angkatan Udara PLA di Tiongkok.

Ada pun Zhao Kaikai mengaku tidak pernah bertugas di militer, tetapi sebenarnya adalah anggota dari lembaga penelitian PLA.

Sementara Tang yang belum tertangkap diyakini sebagai anggota angkatan udara PLA setelah seorang agen intelijen menemukan foto dirinya dalam seragam militer dan bukti bahwa di bekerja di universitas medis angkatan udara.

Walhasil, pada Rabu (22 Juli 2020) pemerintah Donald Trump memerintahkan penutupan konsulat China di Houston dan mengatakan mereka terlibat kasus pencurian properti intelektual.

Lebih jauh, Departemen Luar Negeri AS menuduh China melakukan "kegiatan mata-mata secara ilegal dan operasi pengaruh" yang mencampuri "politik domestik" serta "memaksa para pemimpin bisnis kami, mengancam keluarga-keluarga Amerika keturunan China yang bermukim di China, dan lainnya."

Sebagai informasi, di seluruh AS terdapat 5 konsulaat China dan satu kedutaan besar di Washington DC. Belum terang benar mengapa hanya konsulat China di Houston yang diminta ditutup.

Balasan China
Merespon segala tudingan Amerika itu, juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying, mengatakan bahwa alasan yang disampaikan AS terkait penutupan konsulat di Houston "luar biasa mengada-ada."

Dia mendesak AS mengubah kebijakan itu atau China akan "bertindak dengan balasan yang tegas."

Apa yang dimaksud sebagai "balasan yang tegas" itu ternyata bukan sekadar gertakan. China pun meminta Amerika menutup kantor konsulatnya di Chengdu. Para pekerja diminta angkat kaki dari kantornya paling lambat pada Senin (27 Juli 2020) pukul 10.00 waktu setempat.

Konsulat AS di Chengdu telah berdiri sejak 1985. Dengan sektor jasa dan industri yang berkembang, Chengdu dipandang AS sebagai daerah yang sarat peluang untuk ekspor produk pertanian, otomotif, dan mesin.

Setelah kantor itu ditutup, AS menyisakan empat konsulat dan satu kedutaan di daratan China. AS masih memiliki satu konsulat lainnya di Hong Kong.

China belum mengungkap dengan terang mengapa mengapa konsulat di Chengdu yang diminta untuk ditutup. Namun, pernyataan mantan kontraktor CIA dan NSA Edward Snowden tampaknya bisa menguak tabir itu.

Dikutip dari South China Morning Post, pada 2013,  Snowden menyebut Konsulat Jenderal Amerika di Chengdu memiliki misi memata-matai aktivitas Pemerintah China. Sebab, kantor misi diplomatik itu dilengkapi dengan teknologi pengawasan.

Pada 2012, kantor itu juga terjerat masalah sensitif yang melibatkan Wang Lijun. Wang adalah mantan Kepala Kepolisian China dan Wakil Wali Kota Chongqing. Kala itu, konsulat itu, menampung Wang Lijun yang mencoba kabur dari kejaran atasannya, Ketua Partai Komunis di Chongqing, Bo Xilai.[]

 

#china   #amerika   #spionase   #cyberspionage

Share:




BACA JUGA
Peretas China Beroperasi Tanpa Terdeteksi di Infrastruktur Kritis AS selama Setengah Dekade
Indonesia Tingkatkan Kolaborasi Pemanfaatan AI dengan China
Konni Gunakan Dokumen Microsoft Word Berbahasa Rusia untuk Kirim Malware
Indonesia - Tiongkok Perkuat Kerja Sama Sektor Digital
Grup Spionase Cyber ​​Rusia Sebarkan Worm USB LitterDrifter