
Ilustrasi | Pemilu AS
Ilustrasi | Pemilu AS
Cyberthreat.id - Seorang pejabat intelijen senior Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat (24 Juli 2020) memperingatkan bahwa Rusia, Iran dan China sedang berusaha untuk ikut campur dalam pemilihan umum AS 2020.
William Evanina, direktur Pusat Kontra-Intelijen dan Keamanan Nasional (NCSC) AS mencatat aktivitas ODNI yang secara teratur memberi pengarahan/nasehat kepada anggota Kongres, kampanye kepresidenan, dan komite politik tentang ancaman asing terhadap pemilu AS meningkat "dalam beberapa bulan terakhir".
"Negara-negara asing menggunakan langkah-langkah pengaruh di media sosial dan media tradisional dalam upaya mempengaruhi preferensi dan perspektif pemilih AS, mengubah kebijakan AS, meningkatkan perselisihan (konflik) serta merusak kepercayaan dalam proses demokrasi kita," kata Evanina dilansir The Hill, Jumat (24 Juli 2020).
Evanina mencontohkan campur tangan ketiga negara tersebut adalah bagaimana AS terus mendapat hambatan dalam menangani pandemi virus Corona serta protes Black Lives Matter yang baru-baru ini terjadi.
Menurut dia, semua hambatan itu merupakan "makanan bagi pengaruh asing dan upaya disinformasi yang terus meneruskan dilakukan terhadap Amerika".
Evanina mengatakan dirinya prihatin dengan langkah China, Rusia dan Iran - meskipun negara lain dan aktor non-negara juga bisa membahayakan proses pemilihan di negara tersebut. China, kata dia, menggunakan pengaruhnya untuk "mengubah kebijakan AS" dan upaya ini dapat "mempengaruhi Pilpres AS".
Sedangkan Rusia dan Iran sengaja melemahkan institusi demokrasi di AS, termasuk diantaranya menggunakan "troll internet dan perang proxy" untuk menyebarkan disinformasi merusak kualitas pemilu. Iran juga sibuk mengedarkan "konten anti-AS secara online", tetapi operasi disinformasi Iran terpisah dengan Rusia.
Evanina juga menyinggung upaya ketiga negara tersebut untuk bisa masuk ke akses infrastruktur pemilu, termasuk menargetkan saluran komunikasi kampanye, dan jaringan federal.
"Musuh kami juga berusaha untuk meretas infrastruktur pemilihan kami, dan kami terus memantau penjahat cyber yang terus berusaha mendapatkan akses ke jaringan negara bagian dan jaringan federal, termasuk mereka yang bertanggung jawab untuk mengelola pemilihan," ujarnya.
Dalam menghadapi ancaman tersebut, Evanina mengatakan kekuatan AS terletak pada "keragaman sistem pemilu AS di berbagai negara bagian; kemudian AS melakukan banyak pemeriksaan dan redundansi dalam sistem-sistem tersebut; serta pelaksanaan audit pasca pemilihan" membuat musuh asing kesulitan untuk mengganggu pemilu secara luas atau pun mengubah penghitungan suara tanpa terdeteksi.
Ucapan Evanina langsung ditanggapi Komando Siber AS (US Cyber Command) dan Badan Keamanan Nasional (NSA). Melalui akun Twitter-nya. Komando Siber AS mengatakan akan “mengetahui musuh lebih baik daripada mereka mengenal diri mereka sendiri". Komando Siber AS juga akan memperluas kerjasama dengan semua pihak dan akan bertindak cepat jika ada musuh yang bergerak ikut campur langsung.
Jenderal Paul Nakasone, Komandan Komando Siber AS yang sekaligus Kepala NSA, sebelumnya mengatakan bahwa tujuan utama mereka bekerja adalah menjadikan Pemilu AS 2020 yang "aman, nyaman, dan sah".
Share: