
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7 Juli 2020). | Foto: Arsip Humas Polri
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7 Juli 2020). | Foto: Arsip Humas Polri
Cyberthreat.id – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri meringkus tersangka ADC terkait dengan dugaan peretasan terhadap 1.309 situs web milik pemerintah.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan, sejumlah situs web yang diretas tersangka, seperti kantor pemerintahan, lembaga pendidikan, dan jurnal-jurnal ilmiah baik dalam maupun luar negeri.
Ada pun situs-situs yang berhasil diretas, di antaranya Badilum milik Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri Sleman, AMIK Indramayu, Polri.go.id, Dumasan Polda DIY, Pemprov Jateng, Unair dan beberapa situs jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional.
“Dia mengubah tampilan situs, melakukan ransomware,” kata Irjen Argo dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Selasa (7 Juli 2020) seperti dikutip dari situs web Humas Polri.
ADC ditangkap di Yogyakarta pada 2 Juli 2020. Menurut Argo, tersangka meminta uang tebusan sebesar Rp 2-5 juta kepada pemilik akun yang sudah diretas.
"Uang ini digunakan untuk kepentingan pribadi. Sedang kami cek apakah digunakan untuk membeli barang lain ... dan yang terakhir untuk foya-foya, artinya untuk mabuk-mabukan," ucap Argo seperti dikutip dari Detik.com.
Penangkapan terhadap peretas ransomware ini kali kedua dilakukan oleh Polri. Sebelumnya, polisi menangkap BBA (21), lelaki asal Yogyakarta pada 18 Oktober 2019.
Tersangka BBA menargetkan sejumlah perusahaan Amerika Serikat. Kasus tersebut terungkap dari laporan tim Biro Investigasi Federal (FBI) AS kepada Polri. FBI menyatakan, ada perusahaan asal San Antonio, Texas, AS terkena serangan ransomware dan setelah dideteksi serangan berasal dari Indonesia. Dari sejumlah perusahaan yang terinfeksi, hanya satu perusahaan yang melaporkan ke FBI.
Berita Terkait:
Dalam kasus yang kedua ini, Argo mengatakan, motif tersangka menyerang situs-situs web tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi dan ekonomi. Selain itu, tersangka juga ingin menunjukkan diri agar mendapat pengakuan di kalangan peretas.
Saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap saksi-saksi, termasuk saksi ahli, guna mengungkap lebih jauh identitas tersangka. Polisi masih melakukan forensik digital terhadap sejumlah barang bukti.
“Penyidik juga tengah melakukan pemetaan zona situs web yang sudah diretas,” ucap Argo.
Menurut Argo, Bareskrim Siber saat ini telah memitigasi dan menormalisasi situs-situs web yang diretas untuk diaktifkan kembali.
Tersangka dijerat dengan pasal 27 ayat 4, pasal 45 ayat 4, dan atau pasal 46 ayat 1, 2 dan 3 Junto pasal 30 ayat 1, 2 dan 3 dan atas pasal 48 ayat 1,2 dan 3 Junto pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 UU No 19/2016 tentang perbuahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman 10 tahun kurungan penjara.[]
Share: