
Jakarta, Cyberthreat.id - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih dalam tahap pembahasan di DPR RI. Sambil menunggu disahkannya RUU PDP, Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah mengedukasi masyarakat dan para pelaku usaha agar memahami ketentuan dan sanksi pada regulasi tersebut.
"Kita masih memiliki pekerjaan rumah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat hingga pelaku usaha, termasuk UMKM. Mereka butuh diberikan pengetahuan dan pendampingan terkait perlindungan data pribadi," kata Direktur Jenderal Aptika, Samuel Abrijani Pangerapan seperti dilansir dari laman resmi Ditjen Aptika, Sabtu (4 Juli 2020).
Menurut Sammy, panggilan akrabnya, sangat disayangkan apabila masyarakat atau pelaku usaha terkena sanksi, karena kurangnya pemahaman terkait perlindungan data pribadi. Pasalnya, peraturan tersebut akan berlaku untuk siapa saja, tak terkecuali pelaku usaha.
Pelaku usaha yang menyimpan data pribadi masyarakat wajib melindungi dan memastikan keamanan data pribadi masyarakat yang disimpannya.
Masyarakat juga dihimbau untuk tidak menyebarkan data pribadinya, khususnya pada media sosial. "Kadang euforia masyarakat berlebihan, sehingga tanpa disadari menyebarkan data pribadi mereka sendiri di media sosial," ujar Sammy.
Selain itu, Sammy juga menyoroti banyaknya perusahaan fintech ilegal yang belum mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perusahaan fintech ilegal dapat menyebabkan kasus penyalahgunaan data pribadi.
Menurut Sammy, hal tersebut bisa menyebabkan masalah, karena selama belum ada peraturan setingkat UU terkait perlindungan data pribadi, maka potensi kebocoran data pribadi di fintech tetap ada. Proses penegakan hukum juga bisa bermasalah, sebab penegak hukum tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak pelanggar.
Dalam kasus ini, kata Sammy, Kominfo berkoordinasi dengan OJK untuk membenahi masalah-masalah yang ada. "Contohnya saat ini, perusahaan fintech tidak diizinkan untuk collect atau mengumpulkan data yang tidak ada korelasinya dengan layanan yang disediakan."
"Untuk mengantisipasi apabila pembahasan RUU PDP berkepanjangan, maka kami telah siapkan PP PSTE (PP Nomor 71 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik) untuk mengisi kekosongan hukum," ungkap Sammy.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: