
Ilustrasi | Foto: Fox News
Ilustrasi | Foto: Fox News
Cyberthreat.id - Parlemen Demokrat Amerika Serikat (AS) memperkenalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) baru yang akan melarang penegakan hukum federal menggunakan teknologi pengenalan wajah (facial recognition) dan mempersulit departemen kepolisian negara bagian dan lokal untuk menggunakan teknologi tersebut.
The Facial Recognition and Biometric Technology Moratorium Act of 2020, diperkenalkan oleh beberapa senator seperti Edward John Markey dan Jeff Merkley. RUU ini akan secara efektif melarang penggunaan teknologi sampai Kongres AS mengeluarkan undang-undang yang secara eksplisit mengizinkannya.
"Teknologi pengenalan wajah tidak hanya menimbulkan ancaman besar bagi privasi, tetapi secara fisik membahayakan warga kulit hitam Amerika dan populasi minoritas lainnya di negara kami," kata Senator Markey dilansir dari The Verge, Kamis (25 Juni 2020).
"Ketika kita berupaya membongkar rasisme sistematis yang merembes ke setiap bagian masyarakat, kita tidak bisa mengabaikan bahaya yang ditimbulkan teknologi ini," tambahnya.
RUU itu muncul di tengah protes luas terhadap kekerasan polisi dan meningkatnya kontroversi seputar sistem pengenalan wajah. Pada Rabu (24 Juni 2020)
Boston telah melarang penggunaan teknologi pengenalan wajah di kota itu dengan mayoritas hak veto anggota parlemennya. California, New Hampshire, dan Oregon semuanya melarang penggunaan teknologi tersebut di kamera tubuh polisi dan Oakland. San Fransisco melarang penggunaannya oleh agen keamanan di kota tersebut.
Tantangan Hukum Baru
Teknologi Facial Recognition, data biometrik, dan sejenisnya terus menghadapi tantangan hukum baru. Awal pekan ini, American Civil Liberties Union (ACLU) di Michigan mengajukan keluhan administratif terhadap departemen kepolisian Detroit. Keluhan bernada protes itu terkait penangkapan yang keliru dilakukan pihak keamanan melibatkan teknologi pengenalan wajah.
Berdasarkan keterangan ACLU, penegak hukum Detroit percaya bahwa seorang pria bernama Robert Williams mencuri beberapa jam tangan dari toko lokal pada Januari lalu. Informasi itu didapatkan aparat penegak hukum setelah mengikuti petunjuk melalui teknologi pengenalan wajah. Beberapa hari kemudian Williams ditangkap dan menghabiskan lebih dari 30 jam di sel tahanan.
RUU baru ini secara langsung menargetkan salah satu program federal yang membagikan jutaan dolar untuk program penegakan dan koreksi hukum negara bagian dan lokal di seluruh AS. Program itu dikenal dengan nama "Edward Byrne Memorial Justice Assistance Grant Program", dimana setiap departemen kepolisian setempat yang menggunakan pengenalan wajah saat moratorium diberlakukan tidak akan dapat menerima hibah federal.
Sementara dukungan di Kongres masih dibungkam, proposal RUU itu akan menjadi kemenangan besar bagi para pendukung privasi yang selama bertahun-tahun mendesak kehati-hatian dalam penggunaan sistem identifikasi biometrik.
"Pengenalan wajah seperti senjata nuklir atau senjata biologis. Ini merupakan ancaman bagi masa depan manusia sehingga potensi manfaatnya tidak sebanding dengan bahaya yang tak terhindarkan," kata Evan Greer, wakil direktur Fight for the Future.
"Teknologi yang secara inheren menindas ini tidak dapat direformasi atau diatur. Itu yang harus dihapuskan," ujarnya. []
Redaktur: Arif Rahman
Share: