IND | ENG
Warganet Asia Pasifik Tembus Dua Miliar Pengguna

Ilustrasi. Foto: thetrentonline.com

Warganet Asia Pasifik Tembus Dua Miliar Pengguna
Eman Sulaeman Diposting : Jumat, 14 Juni 2019 - 16:49 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id – Wilayah Asia Pasifik menjadi salah satu wilayah dengan potensi perekonomian digital terbesar di dunia saat ini jika melihat penggunia internet yang mencapai dua miliar jiwa. Jumlah tersebut hampir separuh dari populasi penduduk Asia Pasifik.

Country General Manager Lenovo Indonesia, Budi Janto, mengatakan, dengan melihat kondisi itu pengguna internet di Asia Pasifik rentan mendapatkan serangan siber.

“Kini, hampir tidak mungkin bagi bisnis modern untuk beroperasional tanpa pemanfaatan data, yang juga disadari oleh penjahat siber. Asia Pasifik menjadi target empuk untuk kejahatan siber, terutama di ranah dark web,” kata Janto melalui siaran pers, Jumat, (14/6/2019).

Walaupun komunitas dark web di Asia, termasuk di Indonesia, kata dia, masih terbilang lebih kecil dibanding negara Barat, tetap saja hal itu menjadi ancaman yang tidak bisa dihindari.

Dark web mengacu pada bagian internet yang tidak terindeks oleh mesin pencari. Akses ke dark web membutuhkan perangkat lunak khusus, yang memungkinkan pengguna mengungkapkan indentitas dan aktivitasnya di balik enkripsi yang berlapis-lapis.

Karena dark web bersifat anonim, lanjut Janto, diperkirakan lebih dari 50 persen situs di dark web digunakan untuk kegiatan kriminal. Meski banyak yang mengasosiasikan dark web dengan narkoba atau artefak curian, banyak juga terjadi penjualan data digital, seperti akun nama pengguna, alamat email, dan kata sandi.

“Data-data itu biasanya dijual oleh penjahat siber, yang mendapatkan akses ke informasi sensitif, seperti data keuangan dan kesehatan,” ujar Janto.

“Penjualan data pribadi ini menjadi bisnis yang tumbuh subur, dengan harga per identitas bisa mencapai ratusan dolar.”

Untuk itu, menurut dia, sektor bisnis harus menaruh perhatian untuk memerangi ancaman pencurian data yang riil dan semakin meningkat ini.

Menurut catatan dia, lebih dari setengah serangan siber di Asia Tenggara telah mengakibatkan kerugian lebih dari US$ 1 juta (sekitar Rp 14 miliar). Selain itu, perusahaan juga menghadapi kemungkinan terjadinya krisis reputasi, misal, perginya pelanggan karena tidak lagi percaya atau yakin.

Mengutip Ponemon Instite, perusahaan yang kehilangan satu persen pelanggannya bisa mengalami kerugian US$ 2,8 juta (sekitar Rp 40 miliar), sedangkan perusahaan yang kehilangan empat persen pelanggannya bisa rugi US$ 6 juta (sekitar Rp 86 miliar) secara rata-rata.

“Walaupun sulit dihitung dari segi kuantitas, kehilangan reputasi bisa mempengaruhi peluang bisnis di masa depan. Bahkan dalam kasus yang lebih ekstrem, perusahaan bisa bangkrut,” jelas Janto.

Keamanan Siber

Di sisi lain, Janto menjelaskan, keamanan siber saat ini harus lebih dari sekadar fokus pada produk. Keamanan siber membutuhkan solusi menyeluruh, pendekatan yang holistik, dan pendekatan yang lebih terkalkulasi untuk perangkatnya.

“Ini sangat krusial di era tenaga kerja mobile, di mana pekerjaan tidak lagi terbatas di kantor saja dan ancaman siber semakin meningkat,” tegas Janto.

Oleh karena itu, terdapat empat hal yang harus dipertimbangkan untuk meminimalisasi terjadinya serangan siber.

  • Pertama, kemanan perangkat. Kejahatan siber semakin mengincar rantai suplai untuk membuat perangkat semakin rapuh saat proses manufaktur dan sebelum proses pengantaran. Memilih mitra yang tepat yang bisa menyediakan perangkat yang aman dari lapisan pertama rantai suplai, sangatlah penting.
  • Kedua, kemanan identitas. Sekitar 81 persen pembobolan data melibatkan kata sandi yang lemah, default, atau curian, dan serangan phishing meningkat 65 persen year-on-year. Memastikan identitas melalui otentifikasi yang berlapis-lapis, login tanpa kata sandi yang lebih aman, dan pemindai sidik jari, merupakan cara baru untuk memastikan keamanan identitas pengguna yang tidak rumit. Memiliki otentifikasi yang built-in di PC yang sesuai dengan standar FIDO Alliance menjadi nilai tambah untuk mengamankan perangkat.
  • Ketiga, kemanan online. Koneksi yang tidak aman mengundang pencuri, membuka pintu menuju perangkat dan perusahaan, sehingga bisa terjadi serangan siber. Perusahaan bisa melengkapi perangkat dengan solusi, seperti Virtual Private Network (VPN) yang bisa mendeteksi ancaman dan memberi notifikasi pada pengguna saat mereka akan terkoneksi ke jaringan nirkabel yang tidak aman.
  • Keempat. Kemanan data. Banyak yang dipertaruhkan saat terjadi pembobolan data. Mulai dari kerugian finansial, reputasi perusahaan, bahkan pekerjaan pegawai. Mengamankan data di era baru ini membutuhkan solusi keamanan yang menyuruh dan berskala untuk bisa mengalahkan penjahat siber.

Redaktur: Andi Nugroho

#warganetasiapasifik   #asiapasifik   #keamanansiber   #penggunainternet   #lenovo

Share:




BACA JUGA
Seni Menjaga Identitas Non-Manusia
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
SiCat: Inovasi Alat Keamanan Siber Open Source untuk Perlindungan Optimal
BSSN Selenggarakan Workshop Tanggap Insiden Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata
Pentingnya Penetration Testing dalam Perlindungan Data Pelanggan