
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) banyank menerima aduan dari pelanggan terkait dengan layanan teknologi finansial (fintech).
Keluhan yang dialami pelanggan berupa intimidasi melalui panggilan telepon, panggilan telepon ke rekan kerja, pesan via WhatsApp, dan bentuk lainnya.
Sejumlah fintech yang mengganggu tersebut, di antaranya platform Tangbul, Super Cepat, dan Pop Cash.
Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E. Halim Rizal meminta pemerintah terus mengawasi dan menindak para penyedia fintech yang mengganggu pelanggan seperti itu.
Ia menyadari fintech-fintech ilegal berjumlah ribuan. Namun, pemerintah harus bisa menindaknya. “Harus bisa. Karena itu adalah bagian dari upaya melindungi warga negara kita,” kata dia dalam seminar virtual yang diadakan BPKN di Jakarta, Jumat (12 Juni 2020).
Meski setelah diblokir 1.000, platform serupa muncul kembali dengan jumlah lebih banyak, menurut Rizal, hal itu bukan masalah. Setidaknya, kata dia, ada upaya dari pemerintah untuk selalu melindungi masyarakat Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Munawar Kasan, mengatakan, fintech yang disebutkan BPKN itu tidaklah terdaftar atau di bawah pengawasan OJK alias ilegal.
Ia memastikan fintech yang terdaftar (legal) tidak akan melakukan intimidasi teror melalui telepon dan sebagainya.
Ia menyayangkan masih banyak pengguna yang terjebak oleh perilaku fintech ilegal.
Data OJK menyebutkan hingga kini terdapat 161 fintech legal. Sementara, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup ribuan fintech ilegal.
Melihat data itu, kata Munawar, memang yang beredar di masyarakat lebih banyak yang ilegal ketimbang legal. “Dan, yang ilegal ini tidak di bawah pengawasan OJK. Ini merusak citra industri fintech di Indonesia,” tutur Munawar.
Ada sejumlah praktik fintech ilegal, kata dia, yang perlu diperhatikan masyarakat, antara lain, biasa menawarkan layanan melalui pesan pendek (SMS).
Lalu, fintech tersebut selalu meneror pelanggan, mengambil data pribadi, dan cenderung memeras. Bahkan, fintech tersebut membocorkan riwayat pinjaman uang sehingga tetangga atau rekan kerja tahu informasinya.
“Saya jamin itu bukan dari fintech legal [...] fintech legal haram melakukan itu," ujar dia.
Munawar mengatakan, OJK sangat ketat terkait perlindungan data pribadi pelanggan. Untuk mendapatkan izin usaha, seluruh penyedia fintech yang sah harus memiliki ISO 27001 tentang Sistem Manajemen Keamanan Informasi.
Hanya tiga akses
Munawar menjelaskan, penyedia fintech legal hanya akan meminta tiga akses, yaitu kamera, mikrofon, dan lokasi. “Fintech legal tidak mengakses kontak,” kata dia.
Sementara, fintech ilegal mengakses lebih dari itu, seperti kontak, lokasi, foto, kamera, file dan lain-lain. Untuk membasmi fintech-fintech ilegal itu, kata dia, menjadi tanggung jawab SWI.
SWI terdiri atas 13 lembaga negara, di antaranya OJK, Bank Indonesia, Kepolisian RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Koperasi.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian Sistem Elektronik, Ekonomi Digital Kementerian Kominfo, Helmi Yudhasetia, mengatakan, meski Tim AiS atau Cyber Drone Kominfo setiap hari memblokir fintech ilegal, mereka muncul lagi dengan alamat domain dan nama yang diubah.
“Masalahnya adalah sudah masuk blacklist, tapi mereka mengganti nama. Kesulitan di kami adalah ketika namanya berbeda,” kata Helmi.
Ketika namanya berbeda, kata Helmi, otomatis itu tidak akan terblokir. Kominfo baru tahu platform itu ilegal ketika menerima laporan dari OJK.
Selama ini Kominfo melakukan penarikan dan pelacakan platform ilegal berdasarkan daftar putih (whitelist) yang diterima dari OJK. Selanjutnya, Kominfo memverifikasi dan memblokir platform yang tidak ada di daftar itu.
“Whitelist ini di-update tiap hari,” tutur Helmi.
Selain terima data dari OJK, Kominfo juga menerima aduan dari masyarakat.
“Total penanganan fintech ilegal sampai dengan Mei 2020 adalah 1.598 entitas. Mereka ini yang saya bilang tadi: mengubah alamat domain dan itu sangat mudah sekali,” ujar dia.
Redaktur: Andi Nugroho
Share: