
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh. | Foto: Arsip Kemendagri
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh. | Foto: Arsip Kemendagri
Jakarta, Cyberthreat.id – Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, mengatakan, hingga saat ini ada 2.108 lembaga yang diberi hak akses ke data kependudukan baik itu Nomor Induk Kependudukan maupun KTP elektronik.
"Kerja sama ini atas nama bapak mendagri memberikan hak akses untuk verifikasi data kependudukan," kata Zudan saat memberi sambutan dalam acara Penandatangan Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Data Kependudukan di RSU Kemendagri di Jakarta, Kamis (11 Juni 2020).
Hari ini, ada 13 lembaga baru yang diberi hak akes oleh Kemendagri. Mereka antara lain, PT Affinity Health Indonesia, PT Ammana Fintek Syariah, PT Astrido Pasific Finance, PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT BPR Tata Karya Indonesia, PT Commerce Finance, PT Digital Alpha lndonesia, Yayasan Dompet Dhuafa Republika, PT Indo Medika Utama, PT Mitra Adipratama Sejati Finance, PT Pendanaan Teknologi PT Radana Bhaskara Finance, Tbk, dan PT Visionet Internasional (OVO).
Zudan menegaskan, institusinya tidak memberikan data kependudukan kepada lembaga pengguna. Yang diberikan hanya “hak akses untuk verifikasi data”. Lembaga pengguna juga wajib menjaga kerahasiaan data nasabah.
Berita Terkait:
“Jadi, mekanismenya dalam pemanfaatan data ini, berbagai lembaga yang menjalin kerja sama, dan sudah memiliki data asal, kemudian dicocokan dengan data kependudukan,” tutur Zudan dalam siaran persnya, Kamis.
Contoh verifikasi itu menyangkut: apakah calon nasabah itu masih beralamat sama, pekerjaan masih sama, jumlah keluarga sama, dan seterusnya. “Jadi fungsinya untuk verifikasi data,” tutur dia.
Dalam kerja sama itu, kata Zudan, ada empat regulasi yang dijadikan dasar rujukan yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, UU Nomor 24 Tahun 2013, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019, dan Permendagri Nomor 102 Tahun 2019.
Zudan menuturkan, syarat untuk bisa mendapatkan hak akses harus memenuhi aspek legalitas perusahaan, bisnisnya sesuai hukum di Indonesia, dan ada rekomendasi dari pengawas bidang usaha.
"Kalau lembaga keuangan mendapatkan persetujuan atau rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan," ujar dia.[]
Share: