IND | ENG
Drone dan Facial Recognition di Kerusuhan AS Dinilai Melanggar UU

Ilustrasi

Drone dan Facial Recognition di Kerusuhan AS Dinilai Melanggar UU
Arif Rahman Diposting : Rabu, 10 Juni 2020 - 18:00 WIB

Cyberthreat.id - Sekelompok anggota perlemen (termasuk Rep New York Alexandria Ocasio-Cortez) dan House Democrat di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kemarahannya kepada kepada pihak berwenang karena menggunakan Drone untuk memantau pengunjuk rasa atas kematian George Floyd.

Mereka menuntut jawaban atas penggunaan Drone Predator B kelas militer yang diduga menggunakan teknologi pemindai wajah (facial recognition) untuk memata-matai dan mengenali pengunjuk rasa.

Berdasarkan undang-undang federal, pemerintahan Donald Trump tidak memiliki hak untuk mengirim Drone ke Minneapolis pada tanggal 29 Mei karena kota ini jauh di luar zona operasional 100 mil pedalaman dari wilayah kerja Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (Custom and Border Protection/CBP).

Sebuah surat yang dikirimkan House Democrat kepada Penjabat Sekretaris Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security) Chad Wolf dirilis pada Sabtu (6 Juni 2020) mengungkapkan hal tersebut.

House Democrat dan anggota parlemen tersebut ingin mengetahui dimana saja operasi Drone berlangsung dan apakah ada perangkat lunak pengenal wajah digunakan untuk memantau pengunjuk rasa yang menentang kekerasan polisi.

"Menyebar Drone dan dan para petugas untuk mengawasi pengunjuk rasa merupakan penyalahgunaan wewenang. Dan itu sangat mengerikan ketika digunakan terhadap orang Amerika yang memprotes kebrutalan penegakan hukum," demikian keterangan anggota parlemen dilansir VICE, Senin (9 Juni 2020).

"Pemerintah telah merusak kebebasan Amandemen Pertama orang Amerika dari semua ras yang berhak memprotes pembunuhan George Floyd."

Pasukan Garda Nasional bersama aparat penegak hukum diketahui menerbangkan pesawat pengintai di langit sejumlah kota saat kerusuhan terjadi, seperti di Las Vegas, Washington, Portland dan beberapa kota lainnya.

Undang-undang Federal memang memberikan CBP zona operasi khusus dalam "jarak yang wajar" dari perbatasan internasional. Di dalam regulasi tersebut, CBP memiliki wewenang seperti mengatur pos pemeriksaan, melakukan pencarian - dan menerbangkan Drone pengintai. 

Sejak 1953, bahasa hukum yang berlaku ditafsirkan sebagai zona 100 mil dari perbatasan internasional oleh Departemen Kehakiman. Sementara Minneapolis hampir 300 mil dari perbatasan Kanada. Inilah yang dituntut oleh House Democrat bersama sejumlah anggota parlemen tersebut.

CBP dalam sebuah pernyataan mengatakan pihaknya mengakui telah mengirim drone ke Minneapolis untuk memberikan "video langsung" para pengunjuk rasa yang protes pada 29 Mei "atas permintaan mitra penegak hukum federal".

Setelah tiba di tempat kejadian, para petugas penegak hukum memutuskan "tidak membutuhkan bantuan sama sekali" sehingga Drone terpaksa kembali ke pangkalan.

CBP bersikeras tidak ada kejadian luar biasa yang terjadi sekaligus menegaskan mereka secara teratur menggunakan Drone untuk melakukan misi seperti respon bencana badai atau misi pencarian dan penyelamatan. 

"CBP melaksanakan misi secara nasional, tidak hanya di perbatasan, konsisten dengan hukum dan kebijakan federal," demikian keterangan CBP. []

#Drone   #facialrecognition   #kerusuhanas   #Georgefloyd   #perangkatlunak

Share:




BACA JUGA
Potensi Pasar USD49 M, Industri Drone Lokal Gandeng Jerman Bidik Pasar Global
Drone Dipakai Selundupkan Narkoba dan HP di Penjara Skotlandia
Teknologi AI Polisi Amerika Serikat Sebabkan Salah Tangkap
Perang Era Internet, Ukraina Nyatakan sedang Kembangkan Drone Tempur
Pemindai Wajah Clearview AI Bantah akan Jual Perusahaan, Malah Mau Ekspansi