IND | ENG
Kemlu RI: Waspadai Senjata Canggih di Ruang Siber

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Kemlu RI: Waspadai Senjata Canggih di Ruang Siber
Tenri Gobel Diposting : Senin, 11 Mei 2020 - 12:34 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id – Tantangan keamanan global saat ini, bukan lagi ancaman konvensional seperti senjata pemusnah massal (nuklir dan senjata biologi), melainkan memanfaatkan ruang dunia maya (siber).

Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri RI, Grata Endah Werdaningtyas menuturkan, meskipun senjata yang digunakan oleh aktor non negara (teroris) tidak berbentuk fisik, senjata siber dapat melukai secara fisik.

“Isu siber ini senjata baru nih!” kata Grata. “Menggunakan teknologi informasi untuk mengganggu keamanan dan perdamaian dunia,” ujar dia dalam seminar daring (webinar) Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu RI di Jakarta, Jumat (8 Mei 2020) via saluran YouTube.

Untuk itu, kata dia, negara harus konsen untuk mengamankan dunia siber karena memiliki dampak langsung ke dunia nyata. Ia mencontohkan, beberapa orang bisa melakukan tindakan kekerasan karena terhasut oleh konten-konten yang ada di media sosial.

“Berarti kan ada keperluan kita untuk menjaga dunia maya agar tetap aman. Langsung atau tidak langsung, [ancaman siber] itu bisa mengancam dan menimbulkan korban jiwa,” kata dia.


Berita Terkait:


Waspada di masa pandemi

Grata juga mengingatkan ancaman siber selama pandemi Covid-19. Ini lantaran selama pandemi, orang-orang lebih banyak terkoneksi ke internet sehingga sangat rentan untuk diserang atau disalahgunakan oleh berbagai aktor.

“Selama masa pandemi orang aktif di depan komputer, apa yang terjadi? Kita sudah lihat nih, kita lihat di berita bahwa ada salah satu e-commerce terbesar Indonesia, eh, ternyata mengalami problem karena data penggunanya di-hack. Kalau data pengguna yang di-hack, bukan hanya data pribadi, [juga] akun bank atau data-data email kita,” ujar dia.

Ia juga mengatakan adanya seruan dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang meningkatnya radikalisasi melalui internet.

“Jadi, ini siber dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal teroris untuk meningkatkan aktivitasnya. Karena mereka tahu banyak orang di rumah, enggak ada hiburan lain selain lihat konten-konten yang kontroversial untuk menghibur diri,” kata Grata.

Selain radikalisasi, konten lain yang perlu diwaspadai di media sosial adalah rasialisme.

Grata menggambarkan bagaimana serangan siber terjadi di Indonesia berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hingga April 2020. “Kita harus hati-hati karena serangan siber sudah semakin canggih,” tutur dia.

Dari data tersebut, kata dia, telah terjadi 88 juta serangan dari luar dan dalam negeri, baik dalam bentuk Trojan, serangan dalam bentuk email phishing, malware, dan web defacement.

“Rumah sakit, pembangkit listrik, dan kapasitas publik lainnya, mereka rentan di-attack. Bayangkan kalau lagi ada banyak pasien yang kena pandemi, tiba-tiba RS-nya di-attack data pasiennya,” Grata menuturkan.

Terorisme

Sementara, pengamat terorisme Noor Huda Ismail, menjelaskan, aksi-aksi terorisme di ruang dunia maya memang benar adanya di masa pandemi ini.

“Meski ISIS di Syria itu sudah collapsed secara teritorial, tapi mereka itu bergeser menjadi virtual caliphate. Jadi, khilafahnya itu di gawai yang kita pakai ini, itulah yang dipakai oleh orang-orang di ISIS ini,” tutur Noor Huda.

“Itu sebenarnya fatwa yang dimunculkan di media mereka namanya An-Naba, bahasa arab artinya ‘kabar berita’. Intinya adalah bahwa pada saat negara-negara itu sibuk menghadapi pandemi, mari kita serang ramai-ramai. Ini fatwa yang di dunia global, ternyata digunakan kelompok yang ada di Indonesia," kata Noor Huda.

Noor Huda mencontohkan salah satu warga Indonesia yaitu Ali Kalora yang merupakan simpatisan ISIS yang mengikuti fatwa tersebut.

Ali bersama kelompoknya Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Gunung Biru, Poso menyambut seruan ISIS dengan melakukan serangan kepada aparat. Dalam aksi itu, salah satunya dilakukan oleh mantan narapidana teroris: Ali alias Darwin Gobel.

“Ali Kalora mempunyai kelompok [di aplikasi]Telegram, saya ada aksesnya,” ujar dia

Menurut Noor Huda, banyak kejadian serangan teroris di Indonesia berawal dari obrolan-obrolan di jejaring sosial.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Fitriani, mengingatkan, bahwa tidak hanya teroris, tapi semua orang memakai dunia maya.

Oleh karena itu, katanya, semua harus saling menjaga cyber hygene bersama-sama. Ia kemudian mencontohkan sejumlah cara untuk menjaga “kebersihan di ruang siber”, seperti ganti password secara berkala, memeriksa jaringan internet, back-up data secara berkala di cloud yang tepercaya dan tidak menggunakan WiFi publik,

Tak kalah penting,”Melakukan pembaruan perangkat lunak secara berkala, serta mengamankan privasi kita,” ujar Fitriani.[]

Redaktur: Andi Nugroho

#ancamansiber   #keamanansiber   #serangansiber   #iot   #internet   #hacker   #mediasosial   #kemluRI   #malware   #terorisme   #csis

Share:




BACA JUGA
Seni Menjaga Identitas Non-Manusia
Awas, Serangan Phishing Baru Kirimkan Keylogger yang Disamarkan sebagai Bank Payment Notice
Malware Manfaatkan Plugin WordPress Popup Builder untuk Menginfeksi 3.900+ Situs
CHAVECLOAK, Trojan Perbankan Terbaru
Microsoft Ungkap Aktivitas Peretas Rusia Midnight Blizzard