
Ilustrasi pengenalan wajah. | Foto: clarionindia.net
Ilustrasi pengenalan wajah. | Foto: clarionindia.net
Cyberthreat.id – Clearview AI, perusahaan pengenal wajah (facial recognition) kontroversial asal AS, mengatakan, telah mengakhiri kontrak dengan institusi non-penegak hukum dan perusahaan swasta.
Hal itu dilakukan perusahaan di tengah pengawasan peraturan dan beberapa potensi gugatan class action dari publik, demikian seperti dikutip dari laporan BuzzFeed News, Kamis (7 Mei 2020).
Clearview AI menjadi kontroversial lantaran memiliki basis data lebih dari 3 miliar foto wajah yang diambil tanpa izin pemilik di media sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Perusahaan sendiri tengah digugat di Pengadilan Federal Illinois. Pada Rabu lalu, dalam dokumen hukum yang disampaikan di pengadilan, perusahaan mengatakan akan “menghindari transaksi dengan pelanggan non-pemerinah di mana pun.”
Clearview disoroti para aktivis, media massa, dan parlemen lantaran teknologi yang dimilikinya mengancam privasi seseorang.
Laporan investigasi BuzzFeed News ada Februari lalu menunjukkan, Clearview telah menyediakan alat pengenal wajah untuk sekitar 2.200 kepolisian, lembaga pemerintah, dan perusahaan swasta di 27 negara.
Berita Terkait:
Meski ada jaminan dari CEO Clearview Hoan Ton-That, bahwa perangkat lunaknya hanya untuk penegakan hukum, laporan investigasi itu juga menunjukkan perusahaan swasta yang memakai alat tersebut, seperti Macy, Walmart, Bank of America, dan Target.
"Clearview membatalkan akun setiap pelanggan yang tidak terkait dengan penegakan hukum atau departemen, kantor, atau lembaga pemerintah federal, negara bagian, atau lokal lainnya," kata perusahaan.
"Clearview juga membatalkan semua akun milik entitas apa pun yang berbasis di Illinois."
Pada Januari lalu, David Mutnick, warga Illinois, menggugat Clearview di pengadilan federal di Distrik Utara Illinois, menuduh perusahaan tersebut telah melanggar privasi dirinya dan orang lain dengan mengorek foto dari situs dan aplikasi seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan Venmo untuk melatih algoritma pengenalan wajahnya.
Keluhan tersebut menuduh Clearview melanggar berbagai amandemen konstitusi serta Undang-Undang Privasi Informasi Biometrik Illinois (BIPA) yang melarang pengumpulan dan penyimpanan data biometrik pada penduduk tanpa memberikan pemberitahuan dan izin tertulis.
Clearview juga yang menghadapi tuntutan hukum di New York dan California.
Menanggapi keputusan Clearview itu, staf pengacara di American Civil Liberties Union, Nathan Freed Wessler, mengatakan, “Janji-janji tersebut tidak banyak membantu mengatasi kekhawatiran tentang model bisnis Clearview yang ceroboh dan berbahaya. Tidak ada jaminan..." kata dia seperti dikutip dari The Verge.
"Alih-alih mengambil langkah nyata untuk mengatasi bahaya pengawasan pengenalan wajah, Clearview justru menggandakan penjualan sistem pengawasan wajahnya ke penegakan hukum," tambah Wessler.
Ia menyarankan agar hukum privasi biometrik yang kuat seperti di Illinois diadopsi oleh kota-kota lain secara nasional untuk melarang penggunaan sistem pengenalan wajah oleh polisi.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: