
Ketua umum APJII Jamalul Izza | Foto: Rizki Meirino/Cyberthreat.id
Ketua umum APJII Jamalul Izza | Foto: Rizki Meirino/Cyberthreat.id
Cyberthreat.id - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) masih menunggu tindak lanjut kebijakan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) terkait penundaan pembayaran Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi dan Universal Service Obligation (USO).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya telah mengeluarkan surat tentang penyampaian jawaban atas permohonan penundaan waktu pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tertanggal 29 April 2020 kepada industri telekomunikasi yang diwakilkan oleh asosiasi terkait.
Dalam surat tersebut dinyatakan penundaan waktu pembayaran PNBP dapat diakomodir dalam pengaturan jatuh tempo dengan melakukan koordinasi bersama Kemkominfo guna menindaklanjuti permohonan tersebut sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ketua Umum APJII, Jamalul Izza, mengatakan hingga hari terakhir jatuh tempo pembayaran, APJII masih menunggu tindak lanjut dari Kemkominfo terkait dengan jawaban surat untuk penundaan pembayaran BHP Telekomunikasi dan USO yang telah mendapat rekomendasi dari Kemenkeu.
"Namun sampai saat ini belum ada kebijakan tertulis yang dikeluarkan dari Kemkominfo," kata Jamal dalam siaran pers APJII yang diterima Cyberthreat.id, Sabtu (2 Mei 2020).
APJII, kata dia, telah berupaya keras untuk terus berkomunikasi dengan Kemkominfo agar asosiasi dapat melakukan pertemuan bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate secara online guna membahas tentang penundaan pembayaran BHP Telekomunikasi dan USO ini.
Jamal menuturkan, sejak kabinet terbentuk, APJII beberapa kali mencoba melakukan pertemuan secara langsung maupun online dengan Menkominfo untuk menjelaskan secara langsung kondisi industri telekomunikasi, terakhir ini khususnya di tengah pandemi Covid-19 ini.
"Namun upaya kami untuk bertemu dan berdiskusi mengenai hal ini selalu sulit terwujud," jelas Jamal.
APJII berharap agar Kemkominfo bisa segera mengeluarkan kebijakan untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Kemenkeu terkait penangguhan waktu pembayaran BHP Telekomunikasi dan USO. Sebab, jika melewati tanggal jatuh tempo, maka industri akan dikenakan denda atau bunga sebesar 2 persen per bulan dari total tagihan PNBP.
“APJII sangat berharap Kemkominfo untuk menindaklanjuti kebijakan yang sifatnya menindaklanjuti rekomendasi dari Kemenkeu itu,” ungkapnya.
Bisnis Internet di Masa Covid-19
APJII menyatakan sektor bisnis internet yang diuntungkan dengan melonjaknya trafik di masa-masa work from home (WFH) dan belajar dari rumah, tidak serta merta berdampak positif terhadap seluruh pendapatan global di industri telekomunikasi.
"Justru kami mulai kencangkan ikat pinggang. WFH hanya berdampak pada anggota kami yang memiliki ijin seluler (6 anggota) dan anggota kami yang memiliki jaringan Fiber To The Home (FTTH) (20 anggota)," kata Jamal.
APJII memiliki lebih dari 500 anggota perusahaan internet service provider (ISP) di seluruh Indonesia, bukanlah deretan perusahaan besar. Mayoritas anggota APJII adalah perusahaan ISP kecil yang hidup dari model bisnis Business to Business (B2B). Sementara di tengah pandemi Covid-19 banyak perkantoran yang tutup. Mengalihkan aktivitas pekerjaan di rumah masing-masing karyawannya.
Hotel pun demikian. Tingkat penghuni/tamu yang rendah di masa wabah penyakit ini, menjadikan pendapatan hotel turun drastis. Praktis bagi perusahaan ISP yang menyasar segmen B2B mengalami penurunan trafik yang signifikan.
Hal tersebut memaksa adanya efisiensi sehingga pemangkasan fasilitas seperti internet tak bisa dihindari. Banyak Anggota APJII terkena dampak dari pemangkasan ini yang mengakibatkan pendapatan perusahaan ISP ikut terjun hingga 50 persen.
“Perlu diketahui, lebih dari 70 persen dari anggota APJII, bisnis mereka bertumpu di sektor B2B. Melayani korporasi seperti perkantoran dan hotel. Jadi, tidak ada kata industri kami ini diuntungkan dari pandemi Covid-19. Itu adalah persepsi yang salah!” ujar Jamal.
Di sisi lain, sektor infrastruktur telekomunikasi menjadi tulang punggung dalam industri dan perekonomian nasional. Hal ini tertuang dalam Perpres No 96 Tahun 2014, di mana sektor telekomunikasi dapat mendukung Transformasi Digital demi menjadikan Indonesia berbasis industri 4.0.
Share: