
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) meminta agar pemerintah menunda pungutan biaya hak penggunaan (BHP) Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation/USO) tahun 2019.
Jika tidak dapat ditunda, APJATEL meminta keringanan agar pembayaran pungutan, yang harusnya jatuh tempo pada April 2020, dilakukan secara bertahap. “Paling lama setahun tanpa dikenakan denda atau bunga keterlambatan,” demikian permohonan APJATEL.
Dalam surat permohonan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G. Plate tertanggal 15 April 2020, Ketua Umum APJATEL Muhammad Arif mengutip dasar penundaan itu.
“Permohonan ini dilandasi UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), di mana Pasal 62 dijelaskan ada beberapa kondisi yang bisa mengakibatkan pihak yang wajib membayar PNBP bisa mendapatkan keringanan dari pemerintah,” tulis dia.
“Jika memang harus meminta persetujuan dari kementerian lain mengenai hal ini, kami berharap Bapak Menteri dapat membantu mendorong agar keringanan dapat diwujudkan,” ia menambahkan.
Ada sejumlah argumen yang disodorkan Arif mengapa asosiasi meminta pembayaran ditunda. Arif menjelaskan, saat ini ada dua sektor pasar dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, yaitu perusahaan dan ritel.
“Saat ini sektor corporate market sangat menurun kondisinya, terlebih dengan kebijakan untuk bekerja dari rumah (WFH) sehingga hampir semua kantor kosong,” kata Arif.
Adapun sekitar 85 persen dari total penyelenggara di bidang telekomunikasi mempunyai pasar di sektor perusahaan.
Imbas dari WFH, kata dia, terjadi penurunan trafik sekitar 60 persen dari kondisi normal. Akibatnya, banyak pelanggan perusahaan berhenti berlangganan dan “meminta keringanan biaya bulanan kepada penyelenggara jaringan (operator),” kata Arif.
Selain itu, banyak pelanggan perusahaan terlambat membayar kepada operator. “Ini yang memberatkan cash flow kami, sedangkan pertumbuhan pelanggan baru otomatis hampir tidak ada saat ini,” ujar Arif.
Ia mengakui ada pertumbuhan signifikan dari trafik layanan dan pelanggan ritel baru. Efeknya, operator juga meng-upgrade beberapa layanan dan hal itu berdampak pada biaya produksi.
“Dalam peningkatan jumlah pelanggan baru, sekilas akan terlihat market meningkat, tapi sebagai penyelenggara jaringan, sekecil apa pun kita mendapatkan pelanggan, tentu ada biaya Capex (capital expenditure/belanja moda) yang kami keluarkan, terutama investasi kabel dan perangkat aktifnya,” kata dia.
Padahal, ia mengatakan, semua operator sedang menghemat secara ketat mengeluarkan Capex baru guna menjaga cash flow.[]
Share: