
Seorang ibu yang menemani anaknya mengikuti belajar online
Seorang ibu yang menemani anaknya mengikuti belajar online
Cyberthreat.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan analisis setelah empat pekan pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) digulirkan. Sejauh ini PJJ lebih banyak berupa pembelajaran online dan link aplikasi belajar online serta memberikan penugasan-penugasan kepada siswa.
KPAI menerima ratusan aduan dari masyarakat dari berbagai daerah di Tanah Air terkait kendala PJJ. Diantaranya banyak dari siswa dan anak-anak tidak memiliki perangkat seperti laptop/komputer, tidak ada kuota internet, hingga penerapan belajar online yang kaku mengikuti jam belajar sekolah ketika offline.
"Pembelajaran online ternyata juga dikeluhkan oleh anak-anak dari keluarga kurang mampu," demikian keterangan pers KPAI usai rapat koordinasi, Senin (13 April 2020).
Dalam penjelasannya KPAI menyatakan banyak para orang tua yang "tidak memiliki kuota dalam pembelajaran online terutama untuk pengadu yang kepala keluarganya merupakan pekerja upah harian".
KPAI mencontohkan kasus seorang supir ojek online (ojol) yang memiliki 3 anak (2 di jenjang SD dan 1 di jenjang SMA) kewalahan dalam membeli kuota internet. Padahal penghasilan sebagai ojol menurun drastis. Seorang guru di Yogjakarta menceritakan pembelajaran online dengan para siswa hanya bisa dilakukan pada pekan pertama belajar di rumah.
"Setelah (pekan pertama) itu sudah tidak bisa lagi karena orang tua peserta didiknya tidak sanggup lagi membeli kuota internet."
Siswa dan anak-anak yang tidak memiliki fasilitas seperti komputer dan laptop jelas jadi masalah, tetapi kendala sinyal muncul sebagai masalah berikutnya terutama di wilayah pedesaan dan wilayah terbelakang di Tanah Air.
KPAI menuliskan kendala "tidak memiliki laptop/komputer PC sehingga kesulitan ujian online yang akan dilaksanakan akhir April-Mei 2020 oleh sebagian siswa dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi".
"Ada anak supir ojol yang mengaku gantian menggunakan handphone dengan ayahnya. Kalau siang dipakai bekerja, jadi malamnya baru bisa digunakan si anak untuk mengerjakan tugas dari gurunya."
"Masalah sinyal juga menjadi kendala di beberapa daerah yang berbukit-bukit. Akibatnya ada siswa yang setiap hari harus berjalan 10 kilometer untuk mendapatkan sinyal dan Wifi."
Mengenai jam belajar yang kaku lalu menyamakannya dengan jam belajar di sekolah, KPAI menilai pemerintah perlu menerbitkan kurikulum khusus bencana. Salah satu contohnya adalah jam belajar online meniru persis apa yang terjadi di sekolah ketika belajar offline seperti ganti jam, ganti mata pelajaran, jam istirahat, lalu tambahan tugas baru yang tak kalah berat.
Pemerintah, kata KPAI, "harus segera menetapkan kurikulum dalam situasi darurat yang waktunya bisa lebih dari tiga bulan".
"Artinya, PJJ dengan segala keterbatasan akan berlangsung lama dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai serta minim pendampingan guru dalam proses pembelajaran."
Beberapa kendala lain yang juga dihadapi seperti orang tua menolak membayar SPP karena terkendala pemasukan akibat pandemi Covid-19. Kemudian banyak guru diberbagai diskusi di media sosial mengaku kebingungan karena tidak paham mengelola PJJ yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak. []
Redaktur: Arif Rahman
Share: