
Ilustrasi
Ilustrasi
Cyberthreat.id - Analis intelejen dan keamanan Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta mengatakan masyarakat harus mendapat pencerahan mengenai isu perkembangan/persebaran Covid-19 serta bagaimana pemerintah menangani informasi satu pintu yang lebih efektif. Menurut dia, pemerintah jangan sampai kalah dengan narasi hoax yang menakutkan ketimbang narasi positif dan konstruktif di media sosial.
"Dimana-mana penanganan (Covid-19) harus disiplin dan ikuti pemerintah. Informasi satu pintu lewat pemerintah saja," kata Stanislaus kepada Cyberthreat.id, Selasa (24 Maret 2020).
Pekan lalu sekelompok peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui sebuah penelitian bertajuk "Data dan Simulasi Covid-19 Dipandang dari Model Pendekatan Matematika" memprediksi penyebaran CoronaVirus baru di Indonesia akan mencapai puncak pada akhir Maret dan secara bertahap menurun di akhir epidemi pada pertengahan April.
Permodelan matematis itu juga memprediksi jumlah kasus maksimal di angka 8000 akan terjadi mulai pertengahan April hingga Mei. Pemerintah juga telah menambahkan kapasitas perawatan melalui RS darurat Corona Wisma Atlet yang sudah siap untuk 3000 orang serta Gedung BPSDM Kemendagri yang daya tampungnya 5000 sehingga diharapkan pandemi Covid-19 bisa tertangani.
"Memang perlu pengerahan tenaga medis secara besar-besaran," kata Stanislaus.
Di negara manapun, kata dia, kesuksesan penanganan pandemi CoronaVirus dipimpin oleh pemerintah yang dipatuhi oleh masyarakatnya. Imbauan ini bisa dilakukan melalui saluran informasi yang jumlahnya begitu masif di media sosial. Perkembangan Ilmu Epidemiologi dan pelajaran dari berbagai kasus pandemi di dunia menjadikan pelajaran luar biasa bagi umat manusia.
Stanislaus mencontohkan Italia yang akhirnya babak belur akibat masyarakatnya membangkang terhadap anjuran pemerintah. Hal berbeda jika diperhatikan di China, Korea Selatan, hingga Singapura relatif berhasil mengurangi penyebaran CoronaVirus.
Pemerintah juga harus memaksimalkan kerjasama dengan generasi muda untuk menyebarkan narasi positif tersebut. Misalnya menyebarkan pesan-pesan positif mulai dari Work From Home, Social Distancing, hingga penyebaran Covid-19.
"Pemerintah sangat minim berkomunikasi dengan generasi muda, tapi gaung Stafsus Milenial belum signifikan. Padahal dalam situasi darurat ini peran mereka sangat penting."
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, mengatakan pada Senin (23 Maret 2020) total akumulasi isu hoax terkait Covid-19 mencapai 305. Hoax ini diantaranya seperti broadcast di WhatsApp hingga konten-konten tidak jelas yang di share di platform media sosial.
"Kominfo menempuh dua langkah yaitu meminta kepada platform digital untuk melakukan proses takedown atau blokir agar tidak ditindaklanjuti dan langkah penindakan hukum," kata Menteri Johnny.
Kominfo juga bekerja sama dengan Bareskrim Polri untuk melakukan penegakan hukum melawan hoax berupa penindakan cepat dan tegas.
"Sekali lagi kita mengingatkan bahwa memproduksi dan menyebarkan hoax merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, dan memproduksi menyebarkan hoaks tidak membantu memutus alur persebaran Covid-19. Yang ada menambah persoalan masyarakat."
Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Senin kemarin menyatakan Patroli Siber kepolisian di dunia maya telah menjaring 41 kasus hoax terkait penyebaran Covid-19. Tak cukup sampai di situ, Kepolisian juga melakukan kontra narasi untuk melawan hoax yang menimbulkan kepanikan dan ketakutan di tengah masyarakat.
"Kami melakukan imbauan, kontra narasi, hingga terwujud edukasi pada masyarakat khususnya Netizen," kata Irjen M Iqbal.[]
Redaktur: Arif Rahman
Share: