
Press conference CTI IT Infrastructure Summit 2020 di Jakarta (11 Maret 2020) | Foto: Oktarina Paramitha Sandy/Cyberthreat.id
Press conference CTI IT Infrastructure Summit 2020 di Jakarta (11 Maret 2020) | Foto: Oktarina Paramitha Sandy/Cyberthreat.id
Cyberthreat.id - Faktor ketersediaan sumber daya manusia (SDM) masih menjadi masalah klasik transformasi digital di Indonesia. Direktur CTI Group, Rachmat Gunawan, mengatakan transformasi digital sebenarnya sudah tidak asing bagi kalangan industri maupun masyarakat, tetapi masalah muncul ketika berbicara tentang ketersediaan manusia yang menjalankan dan menggunakan sistem elektronik tersebut.
"Sebenarnya teknologi platform (digital) sudah tidak asing bagi para pelaku usaha seperti operating system, computing, database, storage, API, dan lainnya," kata Rachmat dalam acara CTI IT Infrastructure Summit 2020 di Jakarta, Rabu (11 Maret 2020).
Di Indonesia, kata dia, istilah platform masih sangat identik dengan perusahaan digital native atau start-up seperti Gojek, e-Commerce, dan juga e-wallet.
Padahal perusahaan yang sudah lama berdiri wajib melakukan transformasi menuju platform digital. Menurut Rachmat, ketika perusahaan mengalihkan fokus dari produk menjadi platform, mereka bisa memanfaatkan inovasi ekosistem tersebut, termasuk (berkolaborasi) mengubah pesaing menjadi mitra serta melengkapi sumber daya perusahaan lain.
"Dengan teknologi setiap organisasi bisa memberikan hasil bisnis yang maksimal karena perusahaan dapat menggunakan teknologi untuk menciptakan pengalaman pengguna (user experience) yang lebih cepat, lebih dinamis dan personal," ujarnya.
CTI IT Infrastructure Summit 2020 berupaya mendorong pebisnis untuk mengadopsi teknologi platform dengan wawasan dan jaminan berbasis Artificial Intelligence (AI). Gunanya untuk membantu para pelanggan menyederhanakan, mengamankan, dan mempercepat jaringan infrastruktur mereka untuk memperkuat daya saing di era digital.
Ada banyak hambatan yang membuat perusahaan sulit melakukan tranformasi ke model platform di era digital. Salah satunya adalah minim kesadaran akan teknologi dan kesulitan mencari SDM yang berkompetensi di bidang teknologi untuk melakukan transformasi tersebut.
"Perusahaan banyak mengalami kesulitan untuk mencari talent-talent yang berkompetensi di bidang teknologi."
Ungkapan senada diucapkan Vice President of ICT JNE, Arief Rahardjo. Menurut dia, SDM atau tenaga kerja yang tersedia belum semuanya memahami dan memiliki kompetensi di bidang teknologi.
JNE pernah mengalami masalah ketersediaan SDM ketika berusaha untuk melakukan digitalisasi dengan menggunakan platform guna meningkatkan jumlah pengiriman paket kepada para pelanggannya.
Kini, sering berjalannya waktu, kekurangan SDM sudah berhasil diatasi oleh tim JNE terutama terkait dengan alasan digitalisasi yang nyatanya berhasil meningkatkan kinerja dan menurunkan biaya operasional.
"Performa kerja JNE meningkat dan tentunya kualitas pelayanan kepada pelanggan juga semakin meningkat," kata Arief.
Sebagai informasi, data Kementerian Kominfo menyatakan Indonesia di tahun 2030 membutuhkan setidaknya 9 juta talenta digital untuk mengisi berbagai kekosongan di industri, ekonomi digital, hingga sektor pemerintahan.
Jika dihitung dari sekarang, setidaknya Indonesia harus melahirkan tidak kurang dari 50 ribu talenta digital perbulan hingga tahun 2030. Sejauh ini Kominfo telah menggelar berbagai beasiswa pelatihan dan pendidikan untuk melahirkan talenta digital anak bangsa. Solusi lainnya adalah bekerja sama dengan raksasa teknologi seperti Google, Microsoft dan lain-lain terkait edukasi dan transfer teknologi. []
Redaktur: Arif Rahman
Share: