
Ilustrasi | Foto: pinterest.com
Ilustrasi | Foto: pinterest.com
Cyberthreat.id – Jangan kira, negara maju pasti maju pula setiap teknologi yang dipakainya. Tengok saja, Kanada!
Berbicara di depan pertemuan Public Account Committee negara tersebut, Kamis (27 Februari 2020), Sylvain Ricard mengeluhkan tentang teknologi kantornya yang masih mengandalkan komputer kuno.
Petinggi Auditor General of Canada (AOG) itu—semacam ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI—tak habis pikir mengapa kondisi sistem TI kantornya seburuk itu. Ini bisa menimbulkan ancaman keamanan siber, keluh dia seperti dikutip dari Infosecurity Magazine, Selasa (3 Maret).
“Sistem TI utama kami masih beroperasi pada sistem DOS,” kata dia.
DOS (disk operating system) mengalami kesuksesan besar ketika pertama dikenalkan pada akhir 1970-an. Namun, teknologi ini sebetulnya telah harus pensiun pada pertengahan 1990-an. Bayangkan, karyawan-karyawan di kantor-kantor auditor Kanada masih menggunakan komputer “jadul”.
“Ini menciptakan segalama macam masalah bagi kami, baik dalam perspektif keamanan dan operasional karena mereka tidak mendukung lagi,” Ricard menambahkan.
Dengan kondisi tersebut, kata dia, mana mungkin menanyakan kembali ke penyedia barang-barang tersebut untuk mendapatkan pembaruan. “Karena mereka sudah tidak ada. Itulah kenyataan yang kami hadapi," kata Ricard.
Pendek kata, Ricard menyampaikan di muka anggota parlemen itu, bahwa kantornya telah ketinggalan zaman, kekurangan anggaran, dan keterbatasan pegawai. Problem semua itu, menurut dia, membuat kantornya sulit memenuhi mandat parlemen.
Anggota Parlemen Kanada, Matthew Green, terpana mengetahui bahwa Ricard dan timnya bekerja dengan teknologi yang ketinggalan zaman. Di mata Green, teknologi lawas itu mengingatkan masa-masa aktor Brad Pitt masih berpacaran dengan Gwyneth Paltrow.
Ricard pun menjelaskan, dengan kondisi seperti itu, sulit bagi pegawai generasi muda untuk menggunakan alat yang ada—karena tidak familiar bagi mereka; terlebih untuk menarik anak-anak muda bekerja di AOG.
"Staf baru kami yang telah direkrut datang dengan keterampilan modern, tetapi mereka tidak dapat menggunakan alat-alat itu karena mereka berada di tempat kerja yang tertinggal 10 tahun," kata dia.
"Anda tidak dapat menarik minat orang muda akhir-akhir ini dengan teknologi lama. Itu tantangan besar bagi kami. Pesaing langsung kami adalah perusahaan seperti Deloitte (kantor akuntan internasional terbesar di dunia)," ia menegaskan.
Untuk memperbarui teknologi kantor, Ricard pun menyorong sejumlah rencanan anggaran. “Dibutuhkan tambahan US$ 10,8 juta di atas anggaran tahunan kantor yang sekarang sebesar US$ 88 juta,” tutur dia.
Bagaimana dengan kantor-kantor pemerintah di Indonesia?[]
Share: