
BKPN menggelar diskusi tentang Dinamika Transaksi di Era Ekonomi Digital di Jakarta, Senin (2 Maret 2020). | Foto: Cyberthreat.id/Faisal Hafis
BKPN menggelar diskusi tentang Dinamika Transaksi di Era Ekonomi Digital di Jakarta, Senin (2 Maret 2020). | Foto: Cyberthreat.id/Faisal Hafis
Jakarta, Cyberthreat.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di tahun 2020 mencatat 12 pengaduan dari konsumen yang bertransaksi di platfor di e-commerce dalam negeri selama Januari hingga akhir Februari 2020.
Berdasarkan data yang diterima Cyberthreat.id, materi kasus pengaduan konsumen di BPKN meliputi pembobolan limit di aplikasi pinjaman online, pembobolan akun di marketplace hingga pembelian barang elektronik di aplikasi marketplace yang cacat dan tidak diganti oleh pelaku usaha.
"Memang di BPKN pengaduan di e-commerce meningkat dalam dua tahun terakhir," kata Koordinator Komisioner Advokasi BPKN, Rizal Halim kepada Cyberthreat.id, di Jakarta, Senin (2 Maret 2020).
Pada 2019, jumlah pengaduan yang masuk ke BPKN sebanyak 18 kasus dengan materi kasus pengaduan antara lain berupa pengiriman produk yang tidak sesuai dengan pesanan konsumen dan refund (pengembalian uang) yang belum dibayarkan oleh pihak pelaku usaha.
Rizal meyebutkan, sebagian kasus pengaduan konsumen di e-commerce telah diselesaikan, dan sebagian lainnya masih dalam proses penyelesaian. Namun, Rizal tidak menyebut jumlah kasusnya.
Wakil Ketua BKPN, Rolas Budiman Sitinjak menambahkan salah satu pengaduan konsumen yang pernah ditangani adalah keluhan terkait pembayaran menggunakan penawaran cicilan dari fintech Akulaku di platform e-commerce Shopee.
Dalam kasus itu, kata Rolas, modus operandi yang digunakan pelaku kejahatan adalah dengan menyamar sebagai seseorang dari Akulaku dan memberikan tautan kepada korbannya agar diklik. Rupanya, tautan yang diberikan oleh pelaku kejahatan digunakan peretas untuk mendapatkan hak akses penggantian nomor kartu telepon alias SIM card di aplikasi Akulaku korbannya.
Setelah berhasil mengganti nomor telepon, pelaku dapat melakukan suatu transaksi secara tidak sah di aplikasi Akulaku. Kemudian, peretas itu berbelanja di platform e-commerce Shopee sehingga merugikan korbannya sebesar Rp 21 juta.
"Hacker-hacker ini menyamar, seolah-olah dari Akulaku padahal bukan. Kemudian, dia kirim link yang menyerupai situs resmi Akulaku. Konsumen mengklik link tersebut, padahal sebenarnya link itu digunakan untuk mengganti nomor telepon pengguna," tambahnya.
Teknologi itu merujuk kepada teknik serangan phising. Sebelumnya, menurut Rolas, pihaknya telah memanggil sejumlah pemain di platform digital, seperti Akulaku, Bukalapak, Shopee bahkan GoJek dan lainnya untuk mendiskusikan perlindungan konsumen di era transaksi digital ini.
"Ketika kami tanya, mereka mengatakan bahwa bug atau kerentanannya di situ (phishing). Jadi, artinya menurut perspektif kami, konsumen yang perlu dicerdaskan, karena model kejahatan ini tergolong konvensional dan tidak terlalu canggih."
Di sisi lain, penyelenggara platform juga wajib membuat sistem yang aman dan bertanggung jawab jika terjadi penipuan di platformnya.
"Harus ada bentuk pertanggungjawabannya (dari pihak e-commerce). Karena, semua entitas yang terlibat dalam satu transaksi itu memiliki porsi tanggung jawabnya sendiri," tambah Koordinator Komisioner Advokasi BKPN, Rizal Halim.[]
Editor: Yuswardi A. Suud
Share: