
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) saat ini memiliki basis data perangkat lunak jahat (malicious software/malware) sebanyak 2.711.103.
Untuk mengumpulkan basis data malware, BSSN bekerja sama dengan Indonesia Honeynet Projet (IHP) yang dikembangkan oleh peneliti keamanan siber, akademisi, dan pemerintah. IHP sendiri dibentuk pada 25 November 2011.
“Bank malware” itu dibuat pertama kali pada 2012 ketika sensor Honeypot dipasang oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jumlah malware yang berhasil dideteksi itu terhitung mulai 2012 hingga 2019.
Kasubdit Deteksi Serangan Siber BSSN, Andi Yusuf, mengatakan, “bank malware” tersebut terdiri atas 3.897 jenis malware.
"Jadi, dari 2,7 juta serangan malware yang masuk, beberapa itu ada yang sama malware-nya. Jadi, [dari jumlah tersebut saat ini, red] ada 3.897 malware unik," ujar Andi di acara laporan tahunan bertajuk Deteksi Serangan Siber Honeynet Tahun 2019 di Jakarta, Selasa (25 Februari 2020).
Dari jumlah malware yang dimiliki, kata Andi, BSSN baru bisa menganalisis kurang lebih 200 malware. "Setiap hari kami berusaha mengidentifikasi malware yang masuk ke 53 perangkat Honeypot,” ujar dia.
Andi mengatakan, saat ini sensor-sensor Honeypot yang dipasang untuk menangkap malware terdapat 53 titik dan tersebar di 18 provinsi di Indonesia.
Honeypot merupakan perangkap yang dibuat sangat mirip dengan sistem informasi yang ada dan digunakan untuk menarik peretas menyerangnya. Dengan adanya Honeypot, penyerang tidak langsung menyerang sistem informasi yang ditargetkan.
Serangan menurun
Terkait dengan tren serangan malware, Andi menambahkan, terjadi penurunan antara 2018-2019. Pada tahun lalu, jumlah serangan malware mencapai 22.750 serangan atau lebih sedikit dibandingkan pada 2018 yang mencapai 513.900 serangan.
Jenis-jenis malware yang sejauh ini berhasil diidentifikasi oleh BSSN, di antaranya:
Lalu, untuk apa memiliki “bank malware” sebanyak itu?
Andi mengatakan, dengan memiliki basis data malware, lembaganya bisa menggunakannya untuk tindakan preventif atau mitigasi dari serangan malware.
Selain itu, “Bisa juga dipakai untuk membangun Threat Intellegence, yang memiliki informasi mengenai kode malware, file malware, perilaku penyerang, dan tipe serangan,” kata dia.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Share: