IND | ENG
Ancaman AI Sangat Mengkhawatirkan Jika Dikendalikan Hacker

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Ancaman AI Sangat Mengkhawatirkan Jika Dikendalikan Hacker
Oktarina Paramitha Sandy Diposting : Kamis, 20 Februari 2020 - 15:37 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id – Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang masif dipakai di sejumlah platform digital diyakini justru bisa “memperluas serangan siber”.

Memperluas yang dimaksud adalah tingkat kerusakan yang dihasilkan dari sebuah serangan siber tersebut. Apalagi jika dikolaborasikan dengan teknik serangan yang canggih dan dijalankan secara otonom.

Saat ini pengembangan AI juga terkait dengan pengembangan teknologi-teknologi lain, seperti robotika, rekayasa biologi, fisika nuklir, blockchain, dan satelit.

"Kombinasi dari teknologi-teknologi tersebut bisa menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih sulit dikendalikan," ujar Pendiri Delligence.ai, Mohamad Ivan Fanany,saat berbincang dengan Cyberthreat.id pada Selasa (18 Februari 2020).

Ia kemudian mencontohkan, penggunaan teknologi chabot, sebuah layanan obrolan berbasis AI untuk melakukan percakapan virtual, baik dalam bentuk teks, suara, atau keduanya.

Meski sebatas layanan obrolan, ternyata teknologi tersebut memiliki ancaman yang cukup mengkhawatirkan jika disalahgunakan. “Chatbot bisa dipakai untuk mencuri informasi pribadi atau mempengaruhi perilaku seseorang," ujar dia.

"Kita tahu bahwa salah satu rantai terlemah dalam keamanan siber adalah manusia. AI bisa sangat potensial untuk mengeksploitasi kelemahan manusia,” ujar Lead Scientist dari SABIC Corporate and Innovation Center KAUST tersebut.

Menurut Ivan, sistem AI akan menirukan perilaku yang telah dipolakan dan membuat serangan tanpa bisa dideteksi sebelumnya. Ia mencontohkan, ZeroFox Inc. yang dapat meluncurkan serangan phishing setelah terlebih dulu mempelajari pola unggahan Twitter dari seorang pengguna.

"Jadi, dengan AI sepertinya skala cakupan, kecepatan, dan penetrasi serangan siber akan meningkat secara dramatis," ujar Ivan.

Oleh karena itu, menurut dia, seharusnya dengan ancaman seperti itu, para perusahaan keamanan siber untuk menyediakan pertahanan siber yang juga berbasis AI. "Akhirnya yang terjadi adalah perang algoritma AI untuk keamanan siber," ujar dia.

Ivan mengatakan, saat ini AI sudah mulai digunakan dalam pengambilan keputusan militer. Walaupun sebagian besar negara menyetujui konvensi PBB menyangkut pelarangan penggunaan AI dalam Lethal Autonomous Weapons Systems (LAWS). Namun, lima negara, seperti AS, Australia, Israel, Korea Selatan, dan Rusia, menolak keputusan tersebut.

Jika dipakai sebagai senjata militer, ia khawatir jika sebuah AI militer membuat kesalahan dalam memprediksi ancaman. Karena, kata dia, AI bisa sangat digunakan untuk mengeksploitasi titik lemah sesuatu karena metode belajar dan pembangunan modelnya memang meniru manusia.

“Tapi, yang juga perlu sangat disadari adalah fakta bahwa AI bisa belajar dari data yang luar biasa besar, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan manusia,” kata dia.[]

Redaktur: Andi Nugroho

#kecerdasanbuatan   #teknologiAI   #AI   #elonmusk   #jackma   #mohamadivanfanany   #delligenceai   #serangansiber   #cyberattack   #keamanansiber

Share:




BACA JUGA
Demokratisasi AI dan Privasi
Seni Menjaga Identitas Non-Manusia
Hacker China Targetkan Tibet dengan Rantai Pasokan, Serangan Watering-Hole
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
Wamenkominfo Apresiasi Kolaborasi Tingkatkan Kapasitas Talenta AI Aceh