Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Layaknya aksi kejahatan di dunia nyata, ancaman serupa juga terjadi di dunia siber. Banyak cara yang dipakai para penjahat siber untuk menyerang jaringan internet atau komputer yang telah menjadi target.
Tren serangan siber, umumnya, menggunakan malware atau malicious software. Jenis-jenis malware begitu banyak, salah satunya ransomware; berasal dari kata ransom dan malware. Ada juga pengganggu jaringan dan komputer yang sering kita kenal, yaitu virus, worm, adware, spyware, dan lain-lain.
Sayangnya, masih banyak yang tidak tahu apa beda malware, virus, dan worm. Untuk mengetahuinya, kali ini kami bahas satu per satu.
Seperti yang kita tahu, seringkali orang menggunakan kata virus ketika perangkatnya terinfeksi oleh sesuatu yang asing dari luar, orang pasti kan menyebut jika perangkatnya terserang oleh virus. Padahal, jika dilihat kembali bisa jadi itu bukan virus, melainkan malware atau worm.
Analis keamanan siber dari PT Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan, baik virus, malware, maupun worm sebenarnya sama-sama merusak sistem sebuah jaringan. Hanya, secara definisi ketiganya berbeda. Virus, malware, dan worm merupakan program yang dibuat oleh manusia yang dinamakan software atau peranti lunak.
Sama halnya dengannya manusia, software ada yang baik, ada pula yang jahat. Software yang diciptakan untuk tujuan jahat disebut malware.
“Semua piranti lunak jahat itu masuk ke dalam kategori malware. Misalnya, virus, worm, rootkit, ransomware, adware, spyware dan seterusnya” ujar Alfons kepada Cyberthreat.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bantuan Pihak Ketiga
Virus, kata dia, sebenarnya adalah malware yang dalam menyebarkan dirinya di suatu perangkat memerlukan bantuan dari pihak ketiga. Virus akan muncul dalam tautan email atau memiliki nama atau ikon yang menarik orang untuk mengklik tautan. Setelah diklik, barulah virus masuk kedalam sistem dan merusaknya.
Sementara, worm memiliki definisi yang berbeda dengan virus. Jika virus membutuhkan bantuan pihak ketiga untuk menyebarkan diri, worm mampu menyebarkan dirinya secara otomatis.
Saat berhasil menginfeksi suatu sistem, worm akan secara otomatis mencari computer lain dalam jaringan untuk diinfeksinya. “Namun, supaya bisa otomatis menginfeksi, worm harus mengandung exploit kit –ini artinya worm hanya bisa menginfeksi sistem yang mengandung bug dan belum di-patch,” ujar Alfons.
Seperti apa bahayanya?
Malware sangat berbahaya jika sudah menyerang suatu sistem jaringan atau perangkat. Namun, tingkat bahaya ini tergantung dengan ancaman yang ditimbulkan dan apa yang malware serang.
Menurut dia, malware yang sama belum tentu memilki efek yang sama pada tiap perangkat atau sistem jaringan yang diserang, tergantung pada fungsi dari sistem yang ia serang. Bahaya dari serangan malware bisa menimbulkan risiko dan dampak buruk yang merugikan bayak pihak, salah satunya, melumpuhkan sistem pelayanan publik.
“Sebagai contoh malware yang menginfeksi komputer rumahan paling besar berdampak rusaknya atau terganggunya sistem komputer itu saja. Sedangkan, jika menginfeksi sistem komptuer perbankan, rumah sakit atau sistem pengatur lalu lintas, dampaknya akan lebih besar.Terkadang mengakibatkan terhentinya layanan perbankan, rumah sakit atau menyebabkan kekacauan lalu lintas,” ujar dia.
Bagaimana cara mengetahui jika perangkat terkena virus?
Alfons mengatakan, sebenarnya sangat mudah untuk mengetahui jejak malware, virus, atau worm pada umumnya. Pengguna, bisa melacaknya melalui log yang ada di komputer atau perangkatnya.
Namun, beberapa malware mempunyai upaya peretasan yang sulit dilacak karena secara spesifik menghapus log jejak mereka dengan tujuan sulit dilacak ketika dilakukan audit forensik.
“Namun, tidak perlu khawatir, karena di tangan pakar audit forensik jejak ini masih bisa dilacak,” kata Alfons.
“Seperti audit jejak melalui log ISP dari komputer yang bersangkutan, namun tentu ini melibatkan pihak berwajib dan membutuhkan izin khusus,” ia menambahkan.
Bagaimana dengan bug?
“Seringkali orang menyalahartikan tentang bug,” kata Alfons.
Menurut dia, orang-orang mengira bug adalah sejenis malware. Padahal, bug bukanlah malware. “Bug adalah kesalahan pemograman atau ketidak sempurnaan dalam pembuatan software,” kata dia.
Dalam proses pembuatan software seringkali terjadi ketidaksempurnaan dan mengandug bug. Bug inilah yang menimbulkan celah keamanan/rentan atau vulnerability. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh pihak yang ingin memanfaatkan bug untuk memasukkan malware.
Alfons mengatakan, para pembuat software, ketika mengetahui bug akan segeran menutupinya supaya tidak bisa dieksploitasi pihak lain. Untuk memperbaikinya, mereka membuat patch. Patch inilah yang akan menyangkal exploit kit yang berusaha merusak sistem software tersebut.
Mana yang sering menghantui pengguna komputer?
Alfons mengatakan, saat ini yang paling menghantui para pengguna komputer dan ponsel yang terhubung ke internet adalah ransomware.
“Komputer yang terinfeksi akan mengalami enkripsi data yang hanya bisa dibuka dengan kode tertentu. Pemilik perangkat harus membayar sejumlah uang ke akun bitcoin pembuat ransomware untuk mendapatkan kembali data–data miliknya,” tutur Alfons.
Maka, cara paling aman untuk mencegah hal ini, ia menambahkan, rutin melakukan pencadangan file atau backup file secara teratur dan disiplin.
Share: