Jakarta, Cyberthreat.id – Anna, sebut saja begitu, ialah pegawai negeri di sebuah lembaga pemerintahan di Jakarta. Dalam sebuah rapat sore, pekan lalu, ia berbincang-bincang dengan temannya, Putri. Anna bilang ke Putri jika dirinya sedang ingin makan dendeng, Putri pun sama.
Sehabis obrolan singkat itu, Anna membuka Facebook. Bagai peribahasa, pucuk dicinta ulam tiba, di timeline Facebook-nya tiba-tiba muncul iklan resep membuat dendeng. Anna dan Putri bingung, kok bisa?
Apakah Facebook menguping perbincangan keduanya? Apakah ini kebetulan saja? Pengalaman seperti yang dialami Anna itu ternyata juga dialami pengguna Facebook atau Twitter di negara-negara lain.
FoxNews pun membahasnya dengan menurunkan artikel bertajuk Your phone is spying? The truth behind the strange phenomenon pada Selasa (21/5/2019).
Menurut Alex Hamerstone, peneliti keamanan teknologi informasi TrustedSec, pengguna akan menduga bahwa ponselnya sedang menguping, tapi sebenarnya ponsel itu sedang memata-matai.
“Alasan mengapa kita melihat iklan muncul yang tampaknya berkorelasi dengan hal yang baru kita bicarakan adalah karena perusahaan teknologi dan pemasaran mengumpulkan sejumlah besar data pribadi dan perilaku kita,” ia menjelaskan.
“Namun, itu bukan menguping, itu karena efek (pengguna) berselancar di web, belanja, unggahan di media sosial, dan hal-hal yang dilakukan secara daring.”
Hamerstone mengatakan, bahwa ada basis data yang begitu besar terkait individu dan pola perilakunya. Mengapa iklan muncul begitu tepat sasaran? Ia mengatakan, ini permainan psikologis, seperti kerja para peramal, medsos akan memberikan 20 pilihan iklan, tapi satu iklan itu dirasa paling tepat karena Anda sedang menginginkannya. Jadi, hal itu membuat Anda terkejut. Padahal, Anda sebetulnya telah mendapatkan19 iklan lain yang tak dibutuhkan.
“Medsos tahu banyak tentang kita sehingga dapat menargetkan kita dengan iklan yang sangat spesifik, yang seringkali sangat akurat, dan kadang-kadang medsos bahkan cenderung prediktif,” ujar Hamerstone.
Sementara, analis teknologi, Russel Holly mengatakan, kejadian seperti di atas sangat bergantung pada jejak digital yang ditinggalkan pengguna.
“Semua informasi itu sangat mudah bagi perusahaan untuk menebak bahwa kita akan tertarik pada kategori produk tertentu. Itu semua hanyalah serangkaian tebakan beruntung dari banyak informasi,” ujar dia.
Holly mengatakan, iklan itu mengikuti penggunanya karena ada cookies di browser pengguna dan kemungkinan besar mikrofon di aplikasi yang terinstal di ponsel selalu dalam kondisi “aktif”.
Menurut Adam Levin, pendiri perusahaan layanan perlindungan data dan risiko, CyberScout, fenomena yang terjadi itu disebut dengan “ekonomi pengawasan”.
“Banyak aplikasi menggunakan perangkat lunak pengenalan konten otomatis, yang mengambil sedikit demi sedikit percakapan pengguna dan membandingkannya dengan audio yang mereka ambil dari televisi, streaming dll. Untuk membuat kecocokan dan mengirimkan iklan yang ditargetkan ke ponsel pengguna,” ujar Levin.
Lalu, bagaimana menghindari kejadian seperti itu?
Holly mengatakan, cara termudah untuk menghindarinya adalah berhenti memberi perusahaan lebih banyak informasi tentang Anda. Sebelum mengikuti kuis online, misal, coba cari perusahaan mana yang membuat kuis tersebut.
“Jangan membuka email dari tempat-tempat yang belum pernah Anda dengar. Gunakan alat online (plugin) seperti Ghostery untuk melihat seberapa banyak informasi tentang situs yang Anda kunjungi secara teratur melacak Anda di internet,” kata dia.
Sementara itu Levin menuturkan, dengan kemunculan miliaran internet of things (IoT) dan perangkat pintar, kecerdasan buatan (AI), rumah pintar yang bisa dikontrol dengan suara, dan penurunan media cetak, perilaku pengguna meningkat pada kebutuhan data secara digital.
Maka dari itu, “Periksa lagi pengaturan privasi di ponsel Anda, nonaktifkan mikrofon untuk aplikasi yang tak digunakan, dan berhati-hatilah dengan apa yang Anda berikan dalam hal privasi ketika memilih menginstal aplikasi,” ujar Levin.