
Ilustrasi Kementerian Kominfo | Foto: Faisal Hafis
Ilustrasi Kementerian Kominfo | Foto: Faisal Hafis
Jakarta, Cyberthreat.id - Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan mengubah perilaku masyarakat di tanah air secara besar-besaran. Terutama terkait menjaga dan mengamankan data pribadinya.
"Jadi ini (RUU PDP) merupakan UU yang nantinya banyak mengubah perilaku kita. Misalnya, suatu gedung meminta data KTP kita, gedung itu harus mendeklarasikan kenapa (pengunjung gedung) harus menyerahkan data KTP. Mestinya, ada perilaku yang diubah dengan adanya UU tersebut," kata Sammy di Jakarta, Kamis (30 Januari 2020).
RUU PDP telah diserahkan Pemerintah kepada DPR pada Jumat 24 Januari 2020. RUU tersebut masih akan mengalami perubahan tergantung dinamika politik di DPR. Pembahasan RUU ini diperkirakan sudah dimulai awal Februari 2020.
Dalam kesempatan tersebut Sammy sempat menyinggung soal elemen data pribadi yang terdapat di KTP elektronik amat padat. Menurut dia, sebuah identitas penduduk hanya memiliki sedikit data pribadi untuk identifikasi sekaligus meminimalisir potensi kejahatan.
"Pertanyaan saya apakah perlu data di KTP kita selengkap itu. Pada KTP kita kan diberi semua tuh data pribadi, nah itu harus dipikirkan," ujarnya.
Elemen data pada e-KTP yang dibuat Dukcapil antara lain Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, Alamat lengkap termasuk RT/RW, kelurahan dan kecamatan, agama, status perkawinan, pekerjaan, hingga kewarganegaraan.
Menurut Sammy, elemen data yang sebaiknya harus tersedia pada KTP-el adalah nama lengkap, NIK dan alamat saja. Alasannya karena semua orang dapat melihat data pribadi pada KTP sehingga ia khawatir disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Yang lainnya mungkin tidak dibutuhkan. Yang diprint itu dapat dilihat oleh semua orang, jadi tidak perlu lengkap," tegas dia.
Direktur Pendaftaran Penduduk Ditjen Dukcapil Kemendagri, David Yama, sepakat dengan usulan Sammy. Alasannya karena elemen data yang lengkap pada KTP elektronik dikhawatirkan dapat disalahgunakan oleh oknum tertentu yang berniat jahat.
"Dari perspektif kami di Dukcapil memang ada benarnya juga. Kita memang perlu untuk melihat lagi seperti apa (elemen) data diatas KTP elektronik," ujar Yama.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil sedang mengembangkan sejumlah kebijakan baru yang untuk mengamankan data pribadi pengguna terutama pada proses e-KYC (Electronic Know Your Customer). Diantaranya adalah implementasi pembaca kartu (card reader) pada KTP, metode web portal, dan penerapan biometrik.
Sebagai informasi, salah satu keunggulan e-KTP adalah terdapat chip yang dapat digunakan untuk verifikasi pemilik e-KTP dengan memindainya pada card reader. Yama mengungkapkan bahwa implementasi card reader merupakan salah satu cara yang aman digunakan.
"Card reader itu adalah proses yang paling efektif. Salah satunya untuk bagaimana transaksi proses pelayanan publik lebih aman digunakan. Kemudian, kami menggunakan metode web portal dalam pelayanan publik. Yang ditampilkan juga hanya elemen-elemen data yang tidak bisa di-copy atau disimpan oleh pelayanan publik itu."
Kemudian penggunaan data biometrik sebagai metode untuk verifikasi dan validasi pengguna. Data biometrik yang dimaksud adalah sidik jari, pengenalan wajah dan lainnya.
"Kami juga mengembangkan pelayanan publik yang menggunakan data sidik jari. Selain itu, kami menggunakan face recognition (pengenalan wajah). Jadi, upaya-upaya itu terus dikembangkan dan prinsip keamanan adalah prinsip nomor satu dalam mengantisipasi penyalahgunaan data pribadi kita."
Redaktur: Arif Rahman
Share: