IND | ENG
CISSReC: RUU PDP Belum Jadi Prioritas Negara, Ini Bahaya!

Chairman CISSReC Dr. Pratama Persadha | Foto: Faisal Hafis

CISSReC: RUU PDP Belum Jadi Prioritas Negara, Ini Bahaya!
Arif Rahman Diposting : Jumat, 24 Januari 2020 - 11:25 WIB

Cyberthreat.id - Chairman CISSReC Pratama Persadha mengatakan Indonesia saat ini setidaknya membutuhkan tiga undang-undang untuk mengatur ruang siber (cyberspace) yakni; UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), dan UU Keamanan dan Ketahanan Siber (UU KKS).

"Dari ketiganya baru UU ITE yang sudah ada sejak 2008 dan mengalami revisi pada 2016," kata Pratama kepada Cyberthreat.id, Jumat (23 Januari 2020).

Jika meninjau Prolegnas 2020, maka RUU PDP ini belum masuk ke dalam RUU yang segera dibahas dan diselesaikan oleh Komisi 1 DPR. Padahal seharusnya UU PDP ini menjadi prioritas utama karena data masyarakat Indonesia sudah tersebar ke berbagai pihak pengelola data, baik legal maupun ilegal.

RUU PDP, kata dia, menjadi pekerjaan rumah (PR) besar Kementerian Kominfo sebagai inisiator yang sejak pertengahan 2019 terus berusaha menjadikan RUU PDP agar segera diselesaikan.

"Tanpa UU PDP data masyarakat Tanah Air jelas dalam bahaya. Belum lagi negara lain seperti negara-negara Uni Eropa yang mensyaratkan kerjasama sharing data hanya dengan negara yang mempunyai aturan data seperti General Data Protection Regulation (GDPR)," ujarnya.

Efek ke Investor

Selain isu keamanan  dan privasi masyarakat, tertundanya RUU PDP tidak hanya soal keamanan data yang terancam, tetapi investor juga akan melihat Indonesia sebagai negara dengan ancaman siber yang tinggi karena perlindungan data yang masih belum jelas.

Seperti diketahui Global Cybersecurity Index (GCI) mensyaratkan regulasi sebagai salah satu variabel utama dalam menilai keamanan wilayah siber sebuah negara.

"Malaysia dan Singapura masuk dalam 10 besar negara dengan keamanan siber terbaik di dunia menurut GCI," tegas Pratama.

Kemudian penempatan data juga menjadi isu sangat krusial dalam pasal-pasal di RUU PDP. Sementara ini pemerintah menggunakan PP no 71 tahun 2019 sehingga pertanyaannya adalah perlindungan seperti apa yang akan diberikan negara lewat UU PDP ini.

"Apakah akan memperkuat kedaulatan data atau tidak, itu adalah poin paling krusialnya," ujarnya.

Kemudian aspek penegakan hukum dan punishment juga tak kalah penting. Sejauh mana punishment harus mendapat perhatian serius pemerintah. Pengembangan data dan penggunaannya yang legal dan ilegal harus diperjelas. Tidak adanya perlindungan data pribadi pasti mengakibatkan kerugian. Tidak hanya kerugian ekonomi, tapi juga bisa membahayakan kepentingan negara.

"Karena itu data pribadi tidak bisa diperjualbelikan, dan itu yang sekarang banyak terjadi penyalahgunaan data, yaitu diperjualbelikan."

Badan Perlindungan

UU PDP sangat diperlukan sebagai dasar kebijakan menghadapi banyaknya penyalahgunaan data, salah satunya di sektor fintech dan ekonomi digital. Dengan UU PDP, penyalahgunaan data dan fraud bisa dikurangi dengan drastis, karena potensinya melanggar hak privasi masyarakat.

"UU PDP ini tidak hanya mengatur data di wilayah siber, namun juga data yang ada di offline."

Perlu juga dipantau badan perlindungan data pribadi. Pratama mengatakan  tujuan utama badan ini seperti apa harus jelas, terutama fungsi krusialnya demi melindungi masyarakat.

Kemudian siapa saja yang harus masuk menjadi komisionernya. Ada perwakilan dari pemerintah, asosiasi, akademisi, profesional dan masyarakat.

"Keberadaan badan ini nanti bisa diakomodasi lewat RUU PDP. Namun harus jelas wewenang dan fungsinya, bila hanya mempunyai fungsi pelaporan tanpa penindakan, ujung-ujungnya tidak akan bertaji."

#CISSReC   #pratamapersadha   #Ruupdp   #ruukks   #perlindungandatapribadi   #GDPR   #literasidigital   #keamananinformasi   #bigdata   #Analytics   #ai   #IoT   #cloud

Share:




BACA JUGA
Demokratisasi AI dan Privasi
Indonesia Dorong Terapkan Tata Kelola AI yang Adil dan Inklusif
Microsoft Merilis PyRIT - Alat Red Teaming untuk AI Generatif
Utusan Setjen PBB: Indonesia Berpotensi jadi Episentrum Pengembangan AI Kawasan ASEAN
Indonesia Tingkatkan Kolaborasi Pemanfaatan AI dengan China