
Seorang tentara Amerika sedang memegang ponsel | Foto: U.S. Army
Seorang tentara Amerika sedang memegang ponsel | Foto: U.S. Army
Cyberthreat.id - Di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran, Amerika Serikat mengerahkan pasukan darurat ke Timur Tengah pekan lalu. Sebelum dikirim ke sana, pasukan terjun payung dari Divisi Lintas Udara ke-82 Angkatan Darat AS diminta meninggalkan perangkat pribadi seperti smartphone, tablet, dan laptop di rumah.
Mayor Angkatan Darat AS James Mingus dalam sebuah pernyataan kepada koresponden CNN di Pentagon mengatakan tindakan itu dilakukan sebagai prosedur operasional keamanan, untuk menghindari kemungkinan risiko yang dapat membahayakan tentara dan mengekspose operasi militer.
ZDnet.com baru-baru ini mewawancarai lebih dari 20 veteran militer AS yang sekarang bekerja di perusahaan keamanan siber untuk mendapatkan gambaran risiko apa yang mungkin dihadapi sehingga perangkat laptop dan smartphone dilarang dibawa ke medan perang.
Salah satu yang menjadi kekuatiran adalah pergerakan pasukan mungkin bisa terekspos di sosial media.
"Saya pikir kekhawatiran utama adalah orang bisa melakukan hal-hal bodoh secara online, dan berbagai entitas telah belajar untuk menambang informasi di media sosial dengan cukup efektif," kata Joe Slowik, mantan Perwira Proyek husus Cyber Angkatan Laut AS yang sekarang bekerja sebagai Principal Adversary Hunter di perusahaan keamanan siber, Drago.
"Masalah utama adalah dapat membocorkan pergerakan dan memungkingkan dilacak oleh lawan berdasarkan hal-hal yang diunggah di sosial media seperti gambar atau posting foto termasuk foto dengan penandaan lokasi yang diaktifkan," tambah Slowik.
Membiarkan tentara mengungkapkan detail diri mereka di akun sosial media misalnya mengunggah foto di waktu senggang, sama saja membiarkan mereka dalam bahaya, terutama jika dilakukan saat sedang di lapangan.
Slowik secara khusus memperingatkan bahwa badan intelijen asing dapat menjangkau untuk memelihara dan mengolah sumber-sumber di dalam pasukan garis depan yang aktif melalui media sosial.
Tak hanya itu, masih ada bahaya lain yang mengintai. Seorang mantan perwira Angkatan Darat yang sekarang mendirikan perusahaan keamanan mengatakan, tentara yang menghabiskan waktu luang untuk menggunakan ponsel dan sosial media, berpotensi mengunduh malware yang disisipi virus. Bisa juga dirayu oleh lawan jenis yang sebenarnya adalah agen intelijen lawan.
Kasus itu pernah menimpa tentara Israel. Mereka diperdaya oleh agen-agen wanita Hamas. Akibatnya beberapa tentara terbunuh.
Bahaya lain dari membiarkan tentara membawa perangkat ke medan perang adalah bahwa perangkat itu bisa dicuri atau terdeteksi lewat citra satelit oleh musuh,
Mark Wagoner, dokter hewan dengan sepuluh tahun pengalaman di Angkatan Darat, sekarang menjadi sysadmin Linux untuk LogRhythm, juga memperingatkan tentang jenis ancaman lain yang datang dari memungkinkan pasukan yang dikerahkan secara aktif untuk aktif di media sosial melalui perangkat mereka.
Menurutnya, musuh dapat menarget akun online personal pasukan AS seperti layanan cloud individu atau meretas akun Google mereka. Sekali musuh bisa mengambil alih akun Google, mereka dapat melacak lokasi lewat Google Maps yang memungkinkan riwayat lokasinya terlacak.
"Memiliki trek terperinci dari setiap lokasi di mana perangkat berada melalui layanan Google Location akan menjadi bagian penting dari intel," kata Wagoner.
Meskipun katakanlah akun Google sulit diretas, saat ini banyak aplikasi-aplikasi hiburan yang meminta mengaktifkan layanan lokasi untuk bisa digunakan.[]
Share: