IND | ENG
YLKI: Literasi Konsumen Masih Minim, Ini Bahaya!

Ilustrasi

YLKI: Literasi Konsumen Masih Minim, Ini Bahaya!
Faisal Hafis Diposting : Jumat, 10 Januari 2020 - 23:04 WIB

Cyberthreat.id - Seorang pelanggan aplikasi Gojek bernama Prameswara asal Kota Sorong, Papua Barat, mengaku kehilangan uang Rp 28 juta. Insiden itu terjadi pada 6 Januari 2020, saat ia memesan makanan melalui GoFood dengan metode pembayaran GoPay.

Kemudian si driver mengaku layanan GoPay miliknya bermasalah sehingga tidak bisa membayar pesanannya. Driver itu mengarahkan Prameswara untuk menggunakan e-banking atau ATM dan ia mengikuti arahan tersebut.

Sebagai korban, Prameswara menyadari dirinya telah ditipu ketika menerima SMS Banking yang didalamnya ada transaksi tidak wajar. Setelah ditelusuri lebih lanjut Prameswara telah kehilangan uang sebanyak Rp 28 juta. Modus penipuan yang bakalan marak dan sudah dikenal sebagai Social Engineering.

Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi menyayangkan adanya kasus penipuan yang melibatkan konsumen Gojek. Untuk itu, ia mendorong semua pihak penyedia layanan dapat bertanggung jawab dalam menangani kasus tersebut.

"Sisi perlindungan konsumen ini kan sangat penting dan yang harus melindungi dalam hal ini adalah yang memiliki platform itu (Gojek). Konsumen memiliki perlindungan karena dana ini dimasukkan ke dalam dompet digital di platform tersebut," kata Sularsi kepada Cyberthreat.id, Jumat (10 Januari 2020).

Insiden semacam ini, kata dia, pasti melibatkan beberapa pihak terkait yakni; korban (Prameswara); penjahat (salah satu driver Gojek); dan Gojek itu sendiri sebagai platform penyedia layanan. Dalam kasus ini, driver Gojek itu merupakan si penjahat, sehingga Gojek bertanggung jawab dalam melakukan perekrutan para drivernya.

"Dalam melakukan recruitment para drivernya, apakah bisa dideteksi atau tidak. Jika tidak terdeteksi artinya kan orang luar bisa masuk dengan data-data yang tidak valid, berarti kelemahannya kan di sisi platformnya. Sebab itu, platform bertanggung jawab pada konsumen," ujar Sularsi.

Gojek, tegas dia, tidak sepenuhnya bersalah atas modus rekayasa sosial ini. Tetapi, Gojek juga memiliki tanggung jawab atas pengembalian uang yang telah dicuri oleh salah satu drivernya.

"Kasus ini hampir sama dengan yang terjadi di suatu Perbankan dimana sistemnya dibobol dan dana para nasabahnya hilang. Dalam hal itu yang bertanggung jawab adalah pihak bank terkait karena jaminan keamanan itu ada di pihak bank."

Ia menuturkan, kasus pencurian uang dengan berbagai modus kejahatan yang melibatkan ranah Internet itu melanggar beberapa peraturan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sehingga, konsumen berhak menuntut penyedia dan terutama penjahatnya.

"Jika drivernya memberikan informasi yang tidak benar kepada si konsumen, ini kan masuknya ke pelanggaran terhadap UU ITE karena ini lebih kepada aplikasinya. Selain itu, konsumen bisa menggunakan pidana umum karena ini merupakan pencurian dana."

Keluhan Pelanggan

YLKI mendorong agar para penyedia layanan dompet digital dan lainnya yang menyimpan dana nasabah itu bisa menjamin keamanan bertransaksi para pengguna atau konsumen agar tidak tercuri ataupun hilang. Konsumen juga disarankan agar lebih hati-hati dalam bertransaksi.

"Untuk konsumen diharapkan agar selalu hati-hati dalam bertransaksi maupun menentukan suatu layanan karena ini adalah era ekonomi digital. Jangan mudah percaya pada suatu platform yang kita tidak tahu dan tidak paham. Di cek kembali di Google apakah itu platform resmi, abal-abal atau platform penipuan."

Para pengguna yang telah menjadi korban itu berhak untuk melontarkan keluhannya bagi layanan yang digunakan. Keluhan pengguna atau komplain harus didengarkan oleh penyedia layanan itu. Pengguna juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur dari penyedia layanan jika terjadi permasalahan.

"Untuk pelaku usaha diharapkan bisa lebih menjamin kepentingan para konsumennya dan ketika terjadi suatu permasalahan (pada platform) maka mereka harus menginformasikannya kepada konsumen, sehingga konsumen dapat melakukan antisipasi preventif dan pelaku usaha segera melakukan tindakan preventif."

"Di era sekarang itu butuh tindakan yang cepat karena sekarang ini banyak terjadi hacker (peretasan), skimming dan lainnya. Telat 5 menit sudah luar bisa merugikan."

Redaktur: Arif Rahman

#YLKI   #Literasidigital   #cybersecurity   #keamananinformasi   #platformdigital   #perlindungandatapribadi   #konsumen   #transaksielektronik   #ekonomidigital

Share:




BACA JUGA
Luncurkan Markas Aceh, Wamen Nezar Dorong Lahirnya Start Up Digital Baru
Wujudkan Visi Indonesia Digital 2045, Pemerintah Dorong Riset Ekonomi Digital
Ekonomi Digital Ciptakan 3,7 Juta Pekerjaan Tambahan pada 2025
Politeknik Siber dan Sandi Negara Gandeng KOICA Selenggarakan Program Cyber Security Vocational Center
Hacker Pro Palestina Klaim Retas Data Puluhan Perusahaan Israel