Jakarta, Cyberthreat.id – Kerja sama antara Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dengan PT Jelas Karya Wasantara (VeriJelas) mendapat sorotan publik.
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto, mengatakan, sebelum kerja sama tersebut seyogianya diberitahukan terlebih dulu kepada pemilik data (warga), bahwa ada pihak ketiga yang akan memiliki hak ases data Nomor Induk Kependudukan (KTP elektronik) dan biometrik.
“Kita tahu bahwa bukan cuma VeriJelas [saja yang bisa mengakses data NIK], tetapi Dukcapil sebelumnya juga bekerja sama Astra dan bersama yang lain, mereka sudah akui sendiri ada 1.300-an lembaga [yang diajak bekerja sama]. Dalam pemanfaatan itu apakah pemilik data sudah dikasih tahu apa belum? Itu dulu yang krusial,” ujar Damar di Jakarta, Selasa (17 Desember 2019).
“Kalau tidak ada, berarti di situ ada kekeliruan dalam pelaksanaan proses menjaga data pribadi warga oleh Dukcapil,” kata Damar saat ditemui di sela-sela seminar nasional di kantor LIPI Jakarta.
Seperti diketahui, pada Jumat (13 Desember 2019), Ditjen Dukcapil Kemendagri dan VeriJelas telah meneken perjanjian kerja sama (PKS) terkait dengan hak akses verifikasi data Nomor Induk Kependudukan (KTP-el) dan biometrik untuk layanan KYC (know-your-costumer) elektronik.
Menurut Damar, merujuk pada Undang-Undang Administrasi dan Kependudukan yang boleh melakukan pengumpulan dan juga perlindungan adalah pemerintah (Dukcapil). Selanjutnya, dalam hal pemanfaatan data itu harus sesuai dengan konsen dari data tersebut dan persetujuan pemilik data.
“Sekarang kalau ada penggunaan, pemanfaatan di luar dari kepentingan kependudukan, maka pemilik data berhak dikasih tahu, bahwa ‘data kamu ternyata digunakan juga pemanfaatannya selain untuk kependudukan, tetapi juga untuk kepentingan-kepentingan KYC’,” tutur Damar.
Selain itu, Damar juga menyoroti apakah perusahaan atau lembaga yang diberi hak akses itu sebatas verifikasi saja atau menyimpan informasi hasil verifikasi data tersebut. “Ini kan dua data dipertemukan, ketika dua data dipertemukan, hasilnya itu disimpan oleh siapa?” kata dia.
Berita Terkait:
Tak boleh simpan data
Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, saat ini institusinya telah bekerja sama dengan 1.302 lembaga dalam pemanfaatan hak akses verifikasi data NIK dan biometrik. Dari jumlah tersebut, baru 48 lembaga yang melakukan nota kesepahaman (MoU).
"Yang sudah jalan itu Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia) dan Kustodian Sentral Effect Indonesia (KSEI) untuk membantu anggota-anggotanya,” ujar Zudan saat penandatanganan PKS dengan VeriJelas di Hotel Borobudur, Jakarta.
Ditjen Dukcapil, kata Zudan, tak memberikan data sama sekali kepada perusahaan atau lembaga yang diberi hak akses verifikasi tersebut. “Tidak ada dalam kerja sama ini yang memberikan data, karena di luar [kabar kerja sama] ini ramai,” kata dia.
Zudan juga menjelaskan, bahwa perusahaan atau lembaga yang diberi hak akses tidak boleh melanggar perjanjian kerja sama, salah satunya menyimpan data. "Bagi yang melanggar ada sanksi pidana, perdata, dan administrasi," ujar dia.
“Banyak yang tidak tahu, yang tidak paham, tapi komentar macam-macam. Dan repotnya, komentator itu tidak mau ber-tabayyun pada dirjen dukcapil, tidak mau konfirmasi dulu.”
“Saya tegaskan lagi, tidak ada data yang diungkap, tidak ada data yang dibuka […], yang diberikan adalah hak akses untuk verifikasi data [...] yang ada hanya kesimpulannya saja. Cocok-tidak cocok, benar-tidak benar, sama-tidak sama," tutur Zudan.
Redaktur: Andi Nugroho