IND | ENG
LIPI: Desa Digital Solusi Tekan Produk Impor di E-Commerce

Ilustrasi | Foto: freepik.com

LIPI: Desa Digital Solusi Tekan Produk Impor di E-Commerce
Oktarina Paramitha Sandy Diposting : Minggu, 15 Desember 2019 - 11:06 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id – Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Nika Pranata, mengkritik kondisi perdagangan elektronik (e-commerce) di Indonesia yang didominasi produk impor. Keberadaan seperti itu lantaran karakteristik e-commerce di Indonesia masih sangat bebas.

Data Ditjen Bea Cukai menyebutkan, saat ini tren impor barang melalui e-commerce mengalami peningkatan sebesar 10,5 persen per bulan dan nilai transaksi yang meningkat hingga 22 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, kata dia.

“Jika permasalahan ini tidak mendapat perhatian, hal tersebut akan mengancam keberlangsungan usaha produsen dan penjual online di Indonesia, ujar Nika di kantor LIPI, Jakarta , Jumat (13 Desember 2019).

Dari survei yang dilakukan LIPI kepada 1.626 pembeli dan penjual online di seluruh Indonesia. Ada dua alasan utama konsumen berbelanja langsung dari luar negeri yakni karena produknya langka di pasar Indonesia dan harga barang yang relatif lebih murah.

"Harga yang berasal dari luar negeri itu lebih murah 20 hingga 40 persen, itu kenapa mereka lebih memilih beli barang di luar negeri,” tutur dia.

Nika mengatakan, kemudahan orang membeli lantaran difasilitasi oleh platform e-commerce di Indonesia yang menyediakan fasilitas kepada penjual asing untuk membuka toko online di Indonesia.

Oleh karenanya, ia mengatakan, LIPI merekomendasikan kepada pemerintah untuk menerapkan pajak 10 persen terhadap semua barang impor yang masuk ke indonesia tanpa batasan  nilai transaksi. Menurut dia, hal ini dilakukan untuk menciptakan kesetaraan perpajakan antara penjual dalam negeri dan penjual asing.

“Jika itu tidak dilakukan, maka untuk barang dengan harga di bawah US$ 75, pelaku usaha dalam negeri akan kalah bersaing. Pada harga tersebut, penjual asing tidak dikenakan biaya apapun, sedangkan transaksi di Indonesia dikenakan PPN sebesar 10 persen,” ujar dia.

Nika juga menambahkan, untuk meningkatkan daya saing dan memperluas pasar domestik pemerintah Indonesia bisa mengadopsi konsep desa e-commerce di China yang bernama “Taobao Village”. Taobao Village merupakan inisiasi dari pemerintah China dan Alibaba untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi pedesaan dan menyerap banyak tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Pemerintah bisa melakukan hal yang serupa dengan menggandeng pasar daring (marketplace) dan pemerintah daerah.

Di Indonesia sendiri, Tokopedia sudah memiliki program serupa dengan Alibaba, yang dinamai “Tokopedia Corner”. Sayangnya, program tersebut hanya diberlakukan di tingkat kecamatan dan banyak dimanfaatkan oleh mahasiswa saja. Untuk itu, LIPI menyarankan agar desa-desa digital di Indonesia diberdayakan secara maksimal mulai dari pelatihan sampai dengan pendanaan.

“Desa digital memang sudah banyak, cuma yg jadi masalah adalah program ini kurang menyeluruh. Desa digital umumnya diajarkan membuka toko online, tapi banyak yangg berhenti di tengah jalan karena evaluasi kurang dan kolaborasi antarpihak kurang baik. Kita harus mencontoh bagaimana pemerintah China dan Alibaba membangun Taobao,”  ujar dia.

Redaktur: Andi Nugroho

#desadigital   #e-commerce   #pasardaring   #marketplace   #ekonomidigital   #taobaovillage   #alibaba   #china   #produkimpor

Share:




BACA JUGA
Luncurkan Markas Aceh, Wamen Nezar Dorong Lahirnya Start Up Digital Baru
Wujudkan Visi Indonesia Digital 2045, Pemerintah Dorong Riset Ekonomi Digital
Ekonomi Digital Ciptakan 3,7 Juta Pekerjaan Tambahan pada 2025
Peretas China Beroperasi Tanpa Terdeteksi di Infrastruktur Kritis AS selama Setengah Dekade
Indonesia Tingkatkan Kolaborasi Pemanfaatan AI dengan China