Cyberthreat.id - Kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia telah menjadi kawasan dengan belanja perangkat IoT (Internet of Things) tertinggi. Mengutip prediksi International Data Corporation (IDC), total belanja global di tahun 2019 untuk kawasan Asia-Pacific (APAC) mencapai 36,9 persen.
Field Chief Security Officer, APAC Palo Alto Networks, Kevin O'Leary mengatakan, terdapat hal yang cukup kontras terkait dengan belanja IoT yang besar tersebut, yaitu permasalahan keamanan/security. Persoalan keamanan dianggap sebagai prioritas yang kesekian dalam pengembangan produk IoT.
"Ini membuat adanya celah keamanan pada IoT itu. Sehingga rentan dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh pihak yang mengambil keuntungan dari celah keamanan yang ada," kata Kevin saat konferensi pers 'Prediksi Palo Alto Networks di 2020', di Jakarta, Selasa (3 Desember 2019).
Sedangkan menurut Director of System Engineering Palo Alto Network Indonesia, Yudi Arijanto menjelaskan, perangkat IoT di Indonesia sendiri sudah banyak terdapat di pasaran. Seperti, IP Camera, printer 3D, smartwatch ataupun Google home.
"Kebanyakan perangkat IoT ini, secara gradual akan menggunakan teknologi 5G networks. Dimana 5G ini memberikan kecepatan dan delay yang minim," kata Yudi.
IoT, lanjut dia, yang akan bertebaran di Indonesia seperti Wifi atau routers sangat rentan untuk disusupi para peretas. Sebab itu, seharusnya IoT ini wajib diiringi atau dibarengi dengan keamanan yang kuat.
"Itu kan (perangkat IoT wifi dan router) perangkat yang sangat lemah di pasaran. Karena, ingin cepat-cepat go to market, masalah sekurity-nya ditinggalkan," kata dia.
Malware Khusus
Banyak kasus terjadi dimana sejumlah perangkat yang terkoneksi dipaksakan tanpa dibekali fasilitas untuk pembaruan peranti lunak dan tambalan keamanan. Akibatnya, sangat rentan dieksploitasi jika peretas menemukan celah keamanan baru.
Masalah tersebut, kata dia, juga diperparah dengan meningkatnya potensi ancaman keamanan siber pada IoT di tahun 2020. Diantaranya, maraknya serangan DDoS, Malware, hingga Ransomware.
"Ini dimanfaatkan oleh para peretas untuk menyerang dan menyusup di perangkat tersebut. Kemudian, tambah parahnya jika diberikan Malware atau virus yang bisa menyerang perangkat lainnya," kata Yudi.
Menurut Yudi, IoT ini mungkin juga memakai operator jaringan dan jika Malware yang disisipkan tadi menyerang jaringan ini dapat menimbulkan trafik yang sangat tinggi sehingga mengurangi layanan operator tersebut. Istilahnya, men-deny layanan operator.
"Dengan cara mengirimkan trafik sebanyak-banyaknya. Sehingga, melumpuhkan jaringan tersebut yang mengakibatkan pengguna lainnya pada jaringan yang sama akan terkena efeknya atau dampaknya."
Maraknya perangkat IoT di Indonesia ini tak lepas juga dari pasar yang besar di Indonesia sendiri. Manfaat akan perangkat IoT ini juga telah dirasakan oleh para masyarakat Indonesia.
Di ASEAN sendiri, Indonesia merupakan salah satu pasar perekonomian digital yang terbesar. Menurut Yudi, terdapat serangan dan ancaman siber yang memang khusus untuk menyerang secara regional.
"Ada malware-malware khusus yang memang menyerang spesifik negara ASEAN.Tetapi, secara umum akan tetap sama. Dan memang itu disponsor oleh satu negara," ujar Yudi.
Dan jika terjadi ancaman maupun serangan siber, menurut Yudhi, langkah untuk memitigasinya akan hampir sama atau mirip dengan penanganan yang dilakukan pada negara lain.
"Perangkat yang membuat device-device (IoT) ini bisa kita lihat darimana dan bagaimana mereka melakukan pengamanannya di device tersebut."
"Dan kebanyakan device-device ini dirancang oleh 1 negara dan diproduksikan secara besar-besaran, tetapi mereka abai dan tidak memprioritaskan permasalahan security-nya."