
TikTok | Foto: techlomedia.in
TikTok | Foto: techlomedia.in
Cyberthreat.id – Aplikasi asal China,TikTok, menjadi begitu populer di Amerika Serikat. Aplikasi yang paling menginvasi warga Paman Sam di luar aplikasi lokal. TikTok menampilkan video pendek 15-60 detik mulai tutorial makeup hingga lelucon sehari-hari.
Sensor Tower, lembaga riset berbasis di AS, menyebutkan, sejak dirilis pada 2017—setelah mengakuisisi Musical.ly, media sosial video pendek yang jadi cikal bakal TikTok sebesar US$ 1 miliar—TikTok telah diunduh 1,5 miliar. AS adalah salah satu basis pengguna terbesar TikTok selain Indonesia dan India.
Kini aplikasi yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi China, ByteDance Technology, menggedor jantung elite politik AS. Apalagi kalau bukan soal keamanan data pengguna AS yang disedot oleh TikTok, terutama untuk pengguna ana-anak.
Bulan lalu, dua senator AS berteriak agar pemerintah menyelidiki TikTok dengan alasan keamanan nasional. Di AS, aplikasi tersebut telah diunduh 110 juta. TikTok dianggap potensi ancaman kontra-intelijen yang tidak dapat diabaikan.
ByteDance didirikan pada 2012 oleh Zhang Yimi, sebelumnya hanyalah seorang guru teknologi informasi. Kini ia telah menjadi miliarder muda, masih berusia 36 tahun, berkat aplikasi yang menyasar tren kalangan milenial dan, termasuk, aplikasi perintis penggunaan kecerdasan buatan (AI).
Pada 2019, ia terdaftar dalam 20 daftar teratas Hurun China Rich List dengan kekayaan US$ 13,5 miliar melampaui pendiri mesin raksasa pencarian, Baidu.
Menurut Bo Ji, Asisten Dekan Sekolah Bisnis Cheung Kong, Bo Ji, TikTok "membesar dan sukses dalam waktu singkat” karena menarik perhatian pengguna muda. Menurut dia, generasi muda saat ini ingin berbagi perasaan mereka yang sebenarnya baik atau buruk. “Terlebih mereka lebih langsung dan ekspresi,” tutur dia.
Berita Terkait:
Menurut Bo Ji, Zhang adalah pengusaha China yang tidak biasa. “Dia membangun sesuatu untuk dunia; dia mengerti orang-orang muda dan psikologi mereka," kata Bo Ji.
Liu Xingliang, Dekan Pusat Penelitian DCCI, mengatakan kepada AFP, bahwa Zhang mewakili gelombang wirausaha baru dan keturunan berbeda dari taipan paling terkenal di China.
“Dia lebih seperti Pony Ma muda,” kata Xingliang yang membandingkan Zhang dengan co-founder raksasa internet China Tencent yang berusia 48 tahun. Memang tak keliru, apalagi Zhang dulu seorang programmer, tentu saja dinilai lebih memperhatikan produk dan tahu teknologi dengan baik.
Di China, aplikasi ini disebut dengan Douyin dan telah diunduh lebih dari 400 juta pengguna aktif bulanan, menurut iResearch. Douyin, diluncurkan pada 2016, menarik pengguna dengan menghadirkan selebriti papan atas seperti aktor dan penyanyi China Kris Wu.
Namun, di China produk unggulan pertama dari ByteDance adalah aplikasi agregasi berita China yang sangat populer, yakni Jinri Toutiao (artinya berita utama hari ini). Hadirnya Toutiao diyakini telah mengubah kebiasaan membaca orang-orang China. Mereka akan tahu apa yang pengguna suka tonton dan akan merekomendasikan pengguna hal-hal yang pengguna sukai.
Selain dari TikTok, ByteDance juga menjalankan TopBuzz di AS, aplikasi agregasi berita berbahasa Inggris yang dilaporkan akan dijual oleh perusahaan pada September lalu.
Pada 2016 ByteDance menjadi salah satu pemegang saham aggregator BaBe, sebuah aplikasi berita Indonesia dengan lebih dari 30 juta unduhan sejak diluncurkan pada Oktober 2013.
Tak hanya itu, baru baru ini ByteDance juga meluncurkan aplikasi produktivitas dan Slack-competitor Lark, yang menampilkan penyimpanan awan, obrolan, dan fungsi kalender.
Bahkan, menurut laporan terbaru, seperti dikutip dari Securityweek, perusahaan juga berencana untuk meluncurkan layanan streaming musik sendiri untuk bersaing dengan model berlangganan seperti Spotify dan Apple.
Konten negatif
TikTok paling banyak disoroti karena konten-konten yang tak pantas bagi anak-anak. Namun, ByteDance mengklaim telah memepekerjakan ribuan sensor untuk menghapus konten yang tidak pantas di platform. ByteDance dikabarkan telah mempekerjakan 2.000 sensor pada Januari 2018 setelah pemerintah China menuduh aplikasi agregasi berita miliknya "menyebarkan informasi pornografi dan vulgar".
ByteDance pun berjanji untuk meningkatkan pekerja sensor internal menjadi 10.000 setelah sempat disensor pemerintah. Penyensoran adalah hal yang biasa terjadi di China lantaran kebijakan internetnya.
Sensor tak hanya dihadapi di tanah kelahirannya, TikTok juga juga menghadapi di Bangladesh dan sempat dilarang oleh pengadilan India atas klaim pihaknya mempromosikan pornografi di kalangan anak-anak. Mereka juga sempat dikenai denda yang sangat besar di AS karena secara ilegal mengumpulkan informasi dari anak-anak.
Berita Terkait:
TikTok telah berusaha untuk menjauhkan diri dari China dan mengklaim tak terkait dengan pemerintah China. Bahkan, baru-baru ini, ByteDance pelan-pelan melepaskan dari seluruh operasional TikTok menyusul pemeriksaan Komite Investasi Asing di AS (Comittee on Foreign Investment in the United States (CFIUS).
Baru-baru ini dikabarkan, ByteDance berupaya untuk memisahkan TikTok dari banyak operasi aplikasi di China. Hal ini dilakukan di tengah penyelidikan panel keamanan nasional AS mengenai keamanan data pribadi yang ditangani.
ByteDance tengah berusaha meyakinkan CFIUS, bahwa data pribadi yang dipegang oleh TikTok, yang sangat populer di kalangan remaja AS, disimpan secara aman di AS dan tidak akan dikompromikan oleh Otoritas China, kata sumber Reuters.
CFIUS dikabarkan tengah menyelidiki terkait dengan akuisisi ByteDance terhadap Musical.ly pada 2017 senilai US$ 1 miliar yang menjadi tonggak pertumbuhan pesat TikTok.
Sumber Reuters mengatakan, ByteDance tampaknya ingin menghindari nasib seperti perusahaan game China, Beijing Kunlun Tech Co Ltd.
Pada Mei lalu, Beijing Kunlun Tech menyetujui permintaan CFIUS untuk melepaskan aplikasi kencan gay, Grindr, yang populer menyusul kekhawatiran tentang keamanan data pribadi. Mereka juga menjajaki keluar dari investasinya di Grindr melalui penawaran umum perdana.
Karena itulah, sebelum CFIUS menyelidikinya pada Oktober lalu, ByteDance pelan-pelan mulai memisahkan TikTok secara operasional.
Selama musim panas lalu, ByteDance juga menyewa konsultan eksternal untuk melakukan audit pada integritas data pribadi yang disimpannya. Perusahaan mengatakan data pengguna AS sepenuhnya disimpan di AS dengan cadangan di Singapura. Dengan begitu, kata sumber itu, pemerintah China tidak memiliki yurisdiksi atas konten TikTok.
Redaktur: Andi Nugroho
Share: