
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Ilustrasi | Foto: freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Negara-negara lain telah bersiap diri untuk menyambut kedatangan, bahkan sebagian telah mengoperasikan jaringan seluler generasi kelima (5G), Indonesia masih pikir-pikir.
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengharapkan jaringan generasi terbaru 5G dapat hadir di Indonesia pada 2022.
Namun, pemerintah belum berani berkomentar target. Alasan Kementerian Komunikasi dan Informatika tak ingin buru-buru dengan jaringan 5G lantaran masih ingin mengkaji secara mendalam, termasuk soal permintaan dan penawaran.
"Tidak ada 5G kalau tidak siap serat optik. Bisa-bisa 4G rasa 3G, nanti 5G rasa 4G juga karena ketidaksiapan jumlah serat optik," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Ismail, di Jakarta, Rabu (27 November 2019).
Menurut Ismail, momen masuk ke pasar 5G harus tepat, salah satunya Indonesia harus menjadi tuan rumah saat 5G masuk, bukan hanya pasar.
"Jangan sampai kita hanya belanja, dimanfaatkan, tapi, tidak bisa jadi tuan rumah," kata Ismail seperti dikutip dari Antaranews.com.
Menurut dia, pemerintah perlu membuat aturan untuk mendorong pengembang membuat perangkat keras, platform, konten maupun aplikasi yang memanfaatkan 5G.
Salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan mengenai 5G adalah soal permintaan dan penawaran serta ekosistem. Indonesia perlu menemukan model bisnis yang tepat untuk memasarkan 5G.
Ismail mencontohkan saat ini konsumen Indonesia cenderung membayar dalam paket bundel yang berisi koneksi dan layanan lainnya.
Indonesia perlu menemukan model bisnis yang inovatif agar 5G dapat mendukung program seperti pendidikan dan kesehatan.
Dari segi regulasi, regulator perlu menemukan mekanisme untuk berbagi spektrum yang adil bagi operator seluler. Konsep ini dilakukan di negara lain untuk menekan biaya 5G.
Di sisi lain, pemerintah sedang menyiapkan kandidat spektrum yang akan dialokasikan untik jaringan 5G. Menurut Ismail, pemerintah kemungkinan akan menggunakan frekuensi 26GHz yang relatif kosong saat ini.
Konferensi internasional untuk telekomunikasi radio, World Radiocommunication Conference (WRC) 2019 di Mesir beberapa waktu lalu menetapkan frekuensi tambahan yang akan dipakai untuk jaringan 5G.
Dikutip dari laman International Telecommunication Union (ITU) News, lembaga PBB untuk teknologi informatika, WRC menetapkan rentang frekuensi tambahan yang akan digunakan untuk jaringan 5G, yaitu frekuensi 24,2–27,5GHz, 37–43,5GHz, dan 45,5–47GHz.
WRC juga memasukkan frekuensi 47,2–48,2GHz dan 66–71GHz untuk jaringan 5G.
Uji coba sejak 2017
Ketua Umum ATSI, Ririek Adriansyah, mengatakan, operator seluler di Indonesia sudah mulai uji coba jaringan 5G sejak 2017, kebanyakan untuk penggunaan di sektor industri, bukan untuk konsumen komersial.
Agar jaringan 5G dapat digelar pada 2022, ATSI mengharapkan lelang frekuensi dapat dilaksanakan pada tahun depan. Indonesia, menurut Ririek, memiliki karakteristik konsumen yang berbeda dengan Korea Selatan dan China yang telah memasarkan data internet 5G untuk komersial tahun ini.
Menurut dia, kedua negara tersebut bisa menjual data internet 5G seperti 4G dengan volume yang tinggi karena sesuai dengan kebutuhan pasar. "Konsumsi kita belum di level itu," kata Ririek.
Ia mengatakan, masih banyak tantangan menuju jaringan generasi terbaru 5G antara lain soal spektrum frekuensi, infrastruktur hingga regulasi.
Ririek menilai perlu ada sinkronisasi antara regulasi pusat dan daerah untuk mendorong infrastruktur 5G, misalnya regulasi daerah yang mendukung pembangunan serat optik dan menara untuk 5G.
ATSI juga berpendapat perlu ada studi 5G yang berorientasi pada konsumen, industri di dalam negeri dan mengenai peran pemerintah dalam sinergi kementerian atau lembaga terkait layanan 5G.
Share: