
Ilustrasi | Foto: aljazeera.com
Ilustrasi | Foto: aljazeera.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengkritik ide penerapan teknologi pengenalan wajah (facial recognition) yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar, mengatakan, perekaman secara waktu nyata (real time) akan menjadi persoalan sendiri.
“Kemudian dalam pengelolaannya [baca: data dari hasil perekaman tersebut, red] kita tidak tahu seperti apa. Apakah [data tersebut dikelola dengan] aman atau tidak?” ujar Wahyudi dalam diskusi bertajuk “Internet dan Tantangan Perlindungan Privasi Data” di Jakarta, Kamis (21 November 2019).
Pada 19 November lalu di kantornya, Tito mengutarakan rencana membuat peraturan tentang penggunaan kamera pengawas (CCTV) di tingkat kabupaten/kota. Menurut dia, pemasangan CCTV juga bisa dilakukan pemerintah daerah bersama swasta.
Berita Terkait:
Ia juga mengatakan, akan lebih baik lagi jika pada CCTV itu dilengkapi dengan fitur pengenal wajah yang bisa didukung dengan data milik Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Sejak lama sejumlah daerah memperbanyak kamera CCTV melalui kebijakan Smart City. Pemerintah pusat telah menggulirkan Gerakan Menuju 100 Smart City sejak 2017.
Menurut Wahyudi, program 100 Smart City masih menjadi problematik. Terlebih, di Indonesia pemahaman soal smart city seringkali diidentikan dengan pemasangan ribuan CCTV di kota.
Berita Terkait:
“Kementerian Dalam Negeri sampai dengan hari ini kan belum merilis permendagri tentang smart city. Padahal ini sudah dibicarakan cukup lama: dua tahun. Bagaimana sebenarnya standar (SOP) sebuah smart city yang mengatur bagaimana data-data (perekaman publik, red) itu dikelola,” kata dia.
Wahyudi menjelaskan, hampir semua pusat kendali smart city yang dikelola oleh pemda-pemda juga mengikutsertakan pihak ketiga atau swasta. Oleh karenaya, pengendali data di situ bukan pemerintah saja, melainkan ada pihak ketiga yang digandeng sebagai penyedia platform.
Memang tidak semua pemda mengikutsertakan pihak ketiga. Di Jakarta, kata Wahyudi, Jakarta Smart City dikelola sendiri oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DKI Jakarta.
Wahyudi mengatakan, ide teknologi pengenal wajah masuk dalam ranah surveilans atau pengintaian. Wacana ini sebetulnya telah diadopsi dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), termasuk bagaimana pertimbangan keamanannya.
Oleh karenanya, menurut dia, seharusnya penerapan teknologi pengenal wajah ada rujukan aturan yang lebih komprehensif, yang lebih kuat untuk memastikan bagaimana pengelolaan data-data yang dihasilkan dari perekaman tersebut.
“Karena dengan teknologi facial recognition di setiap CCTV yang dipasang di kota-kota, itu terkoneksi atau terintegrasi dengan sistem ID database (basis data identitas penduduk, red), itu bisa langsung mengindentifikasi orang per orang,” kata Wahyudi.
Redaktur: Andi Nugroho
Share: