Jakarta,Cyberthreat.id- Lembaga riset Frost & Sullivan memprediksi pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) di Indonesia untuk pendapatan pasar layanan data center dari tahun 2015 hingga 2022 mencapai 35%.
Sementara berdasarkan data CBRE yang merupakan perusahaan real estate dan investment global, total kapasitas keseluruhan data center Indonesia hingga Q1 2019 mencapai 50,2 MW dan diprediksi pada tahun 2021 akan terdapat penambahan kapasitas sebesar 70 MW.
Sedangkan estimasi nilai pasar data center di Indonesia, diperikaran akan mencapai US$ 90 Miliar pada 2021, dari US$ 70 Miliar pada 2019.
Ketua IDPRO Hendra Suryakusuma mengatakan, potensi pasar data center di Indonesia sangat besar. Potensi ini harus didukung dengan regulasi, serta keasadaran akan kedaulatan data miliki warga negara Indonesia.
“Ini merupakan potensi yang sangat besar di Indonesia. Jika kita memiliki industri yang sehat dan regulasi yang memadai, saya yakin akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat maupun bagi negara,” kata Hendra di Jakarta, Rabu, (13 November 2019).
Perbandingan Dengan Singapura
Namun, sebagai perbandingan, jika dibandingkan dengan Singapura, Indonesia masih kalau jauh dibandingkan dengan Singapura, baik dari sisi kapasitas maupun potensi pasar.
Dihimpun dari berbagai sumber, kapasitas data center di Indonesia, saat ini sebesar 50,2 MW. Dari jumlah tersebut jumlah okupansi baru sekitar 33 MW.
Di Singapura, kapasitas data center saat ini sebesar 359,8 MW. Sedangkan jumlah okupansinya mencapai 251 MW. Padahal, jumlah penduduk Singapura hanya sekitar 5,6 juta, sementara Indonesia sekitar 264 juta jiwa.
“Indonesia masih ketinggalan. Makanya pemerintah harus mendukung dari sisi regulasi, sehingga industri data center bisa merealisasikan potensi yang ada. Padahal kita mempunyai jumlah data yang besar sekali, apalagi kita memiliki sekitar 264 juta jumlah penduduk. Potensi ini yang harus kita manfaatkan. Masa data-data kita harus lari ke luar negeri, lalu dikelola seperti perusahaan-perusahaan, Facebook, Youtube, Google dan lainnya. Mereka-mereka itu kan bangun data center di Singapura juga. Sebenarnya mereka juga diwajibakn untuk bangun data center di Indonesia,” tegas Hendra.
Toto Sugiri, President Direktur PT DCI menambahkan, Indonesia dalam beberapa tahun kedepan akan mengalami lonjakan permintaan terhadap kebutuhan hyperscale data center khususnya menjelang revolusi industri 4.0.
Transformasi teknologi digital seperti Cloud Computing, Big Data dan Internet of Things (IoT) akan menuntut pengolahan data berskala besar, sehingga dibutuhkan fasilitas data center yang handal, scalable, dan dengan keamanan tinggi.
“Sebagai perusahaan Indonesia, DCI siap menjadi pionir yang menghadirkan fasilitas hyperscale data center terbesar di Indonesia. Dengan hadirnya fasilitas Gedung JK3 ini, kami ingin mempertegas komitmen dan keseriusan dalam mendukung perkembangan ekonomi digital Indonesia menjelang era revolusi industri 4.0,” jelas Toto.