
Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid | Foto: Faisal Hafis/Cyberthreat.id
Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid | Foto: Faisal Hafis/Cyberthreat.id
Cyberthreat.id - Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid memberikan lima tips sederhana bagi startup yang ingin meraih hati para investor. Proses itu disebut sebagai pitching, dimana seorang/sekelompok orang yang sedang merintis startup berusaha mendapatkan suntikan dana lewat presentasi singkat di hadapan investor.
Dilansir dari laman medium.com, Fajrin baru-baru ini ditunjuk sebagai juri untuk kompetisi pitching startup yang diadakan Endeavor. Ada 10 startup yang melakukan pitching dan ia akan membagikan tips berdasarkan apa yang telah dirasakan dan dilihatnya.
Sebagai founder unicorn Bukalapak, pengalaman Fajrin tentu bisa menjadi informasi berharga sekaligus inspirasi bagi pebisnis digital. Ia tentu pernah mengalami berbagai kegagalan dan tantangan luar biasa sehingga berhasil menjadikan Bukalapak yang kini telah memiliki valuasi 1 miliar USD atau setara dengan Rp 14 triliun.
"Barangkali banyak startup lain yang juga membutuhkan feedback serupa," ujarnya.
Berikut lima tips pitching startup dari Fajrin Rasyid:
1. Apa solusi yang startup anda tawarkan
Fajrin mengatakan kebanyakan pendiri startup hanya menjelaskan apa yang sudah dilakukan, namun kurang menjelaskan apa yang ingin dilakukan. Menurut dia, investor ingin mengetahui visi startup yang akan dimodali kemudian meminta penjelasan dengan gamblang.
"Misalnya kami ingin menjadi startup pertama di Indonesia yang memberikan solusi di bidang xyz secara menyeluruh," tulis Fajrin.
Menjelaskan fungsi dan solusi tentang startup penting karena investor ingin mengetahui prospek startup ke depan. Kemudian bisa memprediksi sejauh apa startup akan berkembang sehingga perlu dijelaskan rencana yang akan dilakukan untuk mencapai visi tersebut.
2. Angka, angka, dan angka
Menurut Fajrin, ketika pendiri startup membicarakan visinya, jauh lebih baik menjelaskannya dengan angka. Misalnya, berapa target Gross Merchandise Volume (GMV) atau transaksi startup dalam 3 atau 5 tahun ke depan.
"Apakah 5 juta dolar? Atau Rp 50 juta? Atau malah Rp 500 juta? Hal ini lagi-lagi akan mempermudah investor atau audiens untuk memperoleh gambaran tentang akan seperti apa startup kita ke depannya," kata Fajrin.
Peserta pitching juga wajib menuliskan angka secara konsisten di dalam keseluruhan deck. Banyak kesalahan yang terjadi malah menunjukkan inkonsistensi terhadap angka-angka.
Misalnya, slide pertama presentasi menuliskan target GMV sebesar 50 USD dalam 3 tahun, namun di beberapa slide berikutnya tertera GMV 1 juta USD, lalu di beberapa slide berikutnya menuliskan pertumbuhan 3 kali lipat setiap tahun.
"Masa sih ada orang yang salah begitu, namun kenyataannya saya tidak jarang menemukan kesalahan seperti itu."
Ada beberapa penyebab kesalahan dalam presentasi angka ini. Diantaranya karena ada perubahan asumsi sehingga tidak semua angka di update. Kemudian ada beberapa orang yang terlibat dalam pengembangan deck sehingga banyak ide dan pikiran yang masuk.
"Oleh karena itu, double check kembali setiap angka yang kita tuliskan di semua bagian deck," tegas Fajrin.
3. Angka mengendalikan business driver
Angka yang dipresentasikan dalam slide presentasi tentu memiliki argumen atau asumsi yang jelas. Menurut Fajrin, semua angka dan target pertumbuhan yang telah disebutkan lebih baik didukung oleh data. Bagaimana setiap angka (misalnya GMV atau transaksi) dibangun dari bawah ke atas (bottom up) mulai dari elemen-elemen kecil.
"Pada intinya, apabila kita dapat menjelaskan dari mana angka tiga kali lipat muncul, akan lebih baik di mata investor atau juri, daripada itu hanya target yang kita canangkan."
4. Anggaplah audiens tidak familiar dengan industri dan customer
Jika pola pikir itu sudah tertanam sebelum pitching, tentunya seorang pendiri startup harus menjelaskan kenapa startup dan solusi yang ditawarkan hadir di industri tersebut. Menurut Fajrin, penjelasan hal ini terkait dengan potensi industrinya.
"Industri ini diproyeksikan akan tumbuh menjadi sekian miliar dolar dalam beberapa tahun. Kemudian paparkan masalah yang dihadapi industri ini, dan apa solusi yang startup kita tawarkan."
Jika hal itu tidak dilakukan, Fajrin mengatakan audiens maupun investor akan bertanya-tanya mengapa startup kita bergerak di bidang ini.
Misalkan sebuah startup menyediakan solusi berbasis IoT bagi petani dengan biaya 25 juta rupiah. Pertanyan pertama yang akan muncul di benak audiens adalah, berapa rata-rata omzet atau keuntungan petani? Berapa banyak petani yang mampu untuk membayar solusi tersebut?
"Jabarkan rata-rata omzet dan keuntungan petani, seberapa banyak petani yang memiliki keuntungan di atas 25 juta rupiah sehingga mampu untuk berinvestasi dengan membayar solusi tersebut, dan berapa peningkatan yang akan dialami petani."
5. Percaya diri menjual profil diri dan co-founder
"Jangan malu untuk memperkenalkan siapa kita, apa latar belakang pendidikan dan pekerjaan kita dan co-founder kita, bagaimana kita dan cofounder kita bertemu," ujar Fajrin.
Pengenalan personal juga penting misalnya asal keluarga, pekerjaan orang tua, bagaimana kehidupan masa kecil dan hal-hal yang berupa informasi pribadi yang layak dibagi.
"Saya berasal dari keluarga petani. Masa kecil saya sering dihabiskan dengan bermain di sawah sehingga saya familiar dengan masalah yang dihadapi oleh petani..."
Fajrin menceritakan dirinya pernah mengikuti studi singkat di Stanford yang salah satu sesinya adalah live pitch. Sang investor yang tampil sebagai audiens justru menghabiskan waktu banyak untuk bertanya terkait latar belakang si pendiri startup sebelum bertanya tentang hal lainnya.
"Profil diri ini by itself tidak akan menjadikan investor langsung berinvestasi di startup kita, namun akan menjadi salah satu hal yang menjadi nilai lebih apabila kita dapat menjelaskan hal ini dengan baik."
Share: