
Drone | Foto: insurancejournal.com/
Drone | Foto: insurancejournal.com/
Cyberthreat.id – Pemerintah Inggris tengah mengembangkan proyek anti pesawat nirawak (drone) untuk mencegah ancaman dari langit.
Pekan ini, Divisi Akselerator Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan baru saja mengumumkan anggaran pengembangan anti drone sebesar £ 1,8 juta (lebih dari Rp 32 miliar) untuk 18 proyek, yang masing-masing akan menerima sekitar £ 100.000 (lebih dari Rp 1,7 miliar).
Organisasi atau lembaga yang ikut terlibat, di antaranya University College London, Thales UK, QinetiQ, Northumbria University, dan BAE Systems Applied Intelligence.
Proyek tersebut, termasuk mengembangkan:
Sesuai rencana, pengembangan fase pertama akan berjalan hingga musim panas 2020 dan akan diikuti oleh fase kedua yang berfokus pada pematangan proyek-proyek tersebut menjadi solusi terintegrasi.
Berita Terkait:
"Unmanned Air Systems (UAS) atau sering disebut sebagai drone telah menjadi salah satu kemajuan teknologi paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir dan merupakan perubahan dalam kemampuan musuh potensial," jelas David Lugton, pemimpin teknis proyek tersebut, seperti dikutip dari Infosecurity Magazine, Jumat (8 November).
“Ancaman dari drone telah berkembang dengan cepat dan kami melihat penggunaan ancaman drone yang diimprovisasi di luar negeri.”
David juga melihat masalah serupa di Inggris dengan penggunaan drone yang berbahaya atau tidak sengaja menjadi tantangan keamanan, “yang [bisa] mempengaruhi infrastruktur kritis dan lembaga publik, termasuk penjara dan bandara utama Inggris,” ia menambahkan.
Pada Natal 2018, aktivitas drone memaksa ratusan penerbangan dibatalkan di Bandara Gatwick London. Akibatnya, puluhan ribu penumpang pun telantar.
Namun, drone juga bisa mewakili ancaman yang berkembang tidak hanya untuk keamanan fisik tetapi juga keamanan jaringan.
Pekan ini, kontraktor pertahanan Booz Allen Hamilton memperingatkan, peretas bisa menggunakan drone sebagai titik akses jahat; mendaratkan mereka di tempat-tempat tersembunyi di atap gedung untuk memanen kredensial, melakukan serangan man-in-the-middle (MiTM) terhadap jaringan perusahaan, dan melakukan jaringan pengintaian (spyware).
Share: