IND | ENG
MenkoPolhukam: Teroris Bertransaksi Digital, Analis: Blokir!

Ilustrasi

MenkoPolhukam: Teroris Bertransaksi Digital, Analis: Blokir!
Arif Rahman Diposting : Jumat, 08 November 2019 - 06:01 WIB

Cyberthreat.id - Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan kelompok teroris sudah menggunakan transaksi keuangan digital dalam melancarkan aksi teror. Transaksi digital, kata dia, bisa digunakan untuk berbagai keperluan teror seperti pembelian senjata, pelatihan gaya militer dan sebagainya.

"(Semua itu) dibungkus melalui transaksi bisnis atau pengiriman uang melalui kegiatan dagang secara terpecah-pecah," kata Mahfud di laman resmi Kemenko Polhukam, Kamis (7 November 2019).

Menurut Mahfud, seluruh dunia menghadapi persoalan transaksi keuangan digital yang digunakan oleh kelompok teroris. Apalagi perkembangan teknologi finansial sudah sangat membantu dan mempermudah kehidupan, seperti dalam menyelesaikan urusan keuangan.

"Itulah sebabnya kita harus bertindak dengan fokus No Money For Terror," katanya.

Analis intelijen dan keamanan Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta sepakat dengan Menko Mahfud MD. Perkembangan teknologi, kata dia, memang telah memudahkan kelompok teroris untuk menggalang dana dan melakukan transaksi keuangan secara digital.

"Dengan transaksi keuangan digital maka potensi pengelolaan keuangan kelompok teroris menjadi besar," katanya kepada Cyberthreat.id, Kamis (7 November 2019).

Menurut dia, keuangan digital justru memudahkan pelacakan dan pembongkaran jaringan karena sifat transaksinya akurat. Dengan demikian, Pemerintah bisa melemahkan teroris dengan memblokir sistem keuangan kelompok teror.

"Salah satu upaya untuk melemahkan teroris adalah dengan menghambat keuangannya. Dengan memblokir sistem keuangan digital, seharusnya signifikan untuk membatasi gerak teroris."

Produk Digital Teroris

Akhir Agustus 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyepakati Nota Kesepakatan Aksi (Memorandum of Action/MoA) untuk penanggulangan terorisme.

Rudiantara, Menkominfo ketika itu, menyatakan setidaknya telah menemukan 10 ribu konten di internet bermuatan radikalisme dan terorisme.

"Bukan aktivitas radikalisme dan terorisme itu sendiri yang bertambah, tapi kemampuan masyarakat dan pemerintah harus lebih baik dalam merespons serta menanggulangi isu (terorisme) tersebut," kata Rudiantara.

Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Kontrapropaganda BNPT Kolonel Sudjatmiko, mengatakan teroris sudah mampu menciptakan produk digital. Produk berupa video, meme dan narasi yang bermuatan konten radikal disebar ke berbagai jalur komunikasi seperti Telegram, email hingga situs web.

"Konten radikal inilah yang melahirkan sel-sel baru teroris di berbagai penjuru Indonesia," kata Kolonel Sudjatmiko kepada Cyberthreat.id beberapa waktu lalu.

Doktrin secara online, kata dia, telah terbukti mengakibatkan terjadinya kompartemen sehingga sel-sel teroris itu terputus, tapi jumlah ancaman makin banyak. Pada beberapa kelompok tertentu, kemampuan teroris sudah sampai level membuat platform dan aplikasi.

Menurut dia, langkah update teknologi teroris di Indonesia sejauh ini masih dalam tahap perencanaan dan persiapan.

"Kalau kita sebut ini adalah potensi ancaman bahaya ke depan," ujarnya. 

#Kemenkopolhukam   #Cyberterrorism   #produkdigital   #cyberthreat   #cybersecurity   #BNPT   #transaksielektronik   #internet   #doktrinonline

Share:




BACA JUGA
Politeknik Siber dan Sandi Negara Gandeng KOICA Selenggarakan Program Cyber Security Vocational Center
Survei APJII, Pengguna Internet Indonesia 2024 Mencapai 221,5 Juta Jiwa
Tingkatkan Kecepatan Internet, Menkominfo Dorong Ekosistem Hadirkan Solusi Konkret
Tingkatkan Kualitas Layanan Telekomunikasi, Kominfo Siapkan Insentif dalam Lelang Low Band
Hacker Pro Palestina Klaim Retas Data Puluhan Perusahaan Israel