
Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Michael Andreas Purwoadi saat ditemui Cyberthreat.id di Gedung BPPT Jakarta, Jumat (3/5/2019). Cyberthreat.id | Oktarina Paramitha Sandy
Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Michael Andreas Purwoadi saat ditemui Cyberthreat.id di Gedung BPPT Jakarta, Jumat (3/5/2019). Cyberthreat.id | Oktarina Paramitha Sandy
Jakarta, Cyberthreat.id – Indonesia saat ini belum memiliki standardisasi keamanan perangkat Internet of Things (IoT). Dengan kian maraknya perangkat IoT, seharusnya pemerintah mulai menyadari pentingnya regulasi keamanan perangkat IoT.
Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan, Michael Andreas Purwoadi, mengatakan, pentingnya regulasi keamanan perangkat IoT untuk segera dibuat.
Ada dua hal, menurut dia, yang mendesak untuk segera diatur terkait perangkat IoT. Pertama, pencantuman label jaminan keamanan pada setiap produk-produk IoT yang dijual di pasaran. Label jaminan keamanan perangkat IoT itu sangat perlu dan harus ada, kata dia.
"Karena kalau terhubung dengan IoT, data-data kita kan disimpan sama produsennya," kata Purwoadi saat ditemui Cyberthreat.id di Gedung BPPT Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Kedua, produsen juga harus memberikan jaminan keamanan terhadap data pribadi yang terkoneksi ke perangkat IoT. “Sampai kapan batas waktu data itu tersimpan juga harus ditentukan. Kita enggak tahu data kita digunakan untuk apa. Tentu ini berbahaya,” kata dia.
Berita Terkait:
Purwoadi berharap jaminan keamanan data pribadi bisa segera terakomodasi melalui RUU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini masuk program legislasi nasional (prolegnas) DPR 2019.
IoT merupakan segala perangkat yang dipakai manusia dan bisa terkoneksi dengan internet. Contohnya, ponsel pintar, televisi, sensor udara dan cuasa, komputer, jam tangan, mobil, dan lain-lain.
Di dunia industri, kata Purwoadi, perangkat-perangkat IoT telah banyak diadopsi oleh pabrik-pabrik Indonesia. Bahkan, BPPT sendiri memanfaatkan teknologi IoT di sektor pertambangan, misalnya, memasang sensor-sensor di kilang minyak yang terhubung dengan jaringan internet. “Sehingga jika terjadi masalah sensor akan langsung mengirimkan sinyal ke sistem operator,” kata dia.
Purwoadi tak menampik jika semakin maraknya IoT, maka rentan pula penyusupan yang dilakukan peretas (hacker). Namun, selama sistem keamanan (cybersecurity) dari perangkat tersebut tangguh, peretas akan sulit mengganggu. Menyangkut hal ini, kata dia, akan ada peraturan baru khusus tentang Critical Infrastructure Information Protection/CCIP.
Berita Terkait:
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Inggris juga tengah mengajukan RUU berkaitan dengan keamanan perangkat IoT. Menteri Negara Digital dan Industri Kreatif Inggris, Margot James, mengatakan, perkembangan IoT yang kian pesat harus dibuat lebih aman sebab ancaman peretas (hacker) sangat tinggi. Peretas bisa menyusup ke berbagai perangkat yang terkoneksi internet dan bisa mencuri data pribadi, memata-matai korban, atau mengendalikan perangkat korban dari jarak jauh.
Share: