
Ilustrasi
Ilustrasi
Cyberthreat.id - Twitter menyatakan akan membuat kebijakan untuk menghadapi DeepFake yang disebut sebagai ancaman besar kepada Pemilu Amerika Serikat (AS) 2020.
Pada Senin (21 Oktober 2019) Twitter mengumumkan rencana tersebut di acara TechLive, California. Layanan jaringan sosial yang dipimpin Jack Dorsey ini akan meminta bantuan publik untuk bekerja sama memerangi ancaman bersama-sama.
"Kami berpikir banyak orang yang akan tertarik pada masalah ini," kata Kepala Legal Twitter, Vijaya Gadde dilansir CNET.
Komunitas intelejen AS, Worldwide Threat Assessment 2019 telah mencium adanya bahaya DeepFake yang juga bakal mengancam negara sekutu AS di Eropa. Inggris pada saat Brexit juga mengalami serangan gelombang hoaks yang disebut disponsori negara (state sponsored).
DeepFake digunakan sebagai senjata untuk turut campur lebih banyak dalam Pemilu AS. DeepFake akan muncul sebagai gelombang hoaks dan disinformasi seperti yang terjadi pada Pilpres AS tahun 2016 yang dikenal dengan Firehose of Falsehood.
"Dalam beberapa pekan ke depan kami akan memberikan tanggapan ke publik. Kami butuh umpan balik," ujar Gadde.
Kebijakan Twitter berbeda dengan Facebook yang menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah untuk menghadapi Pemilu 2020. Perusahaan milik Mark Zuckerberg itu berkali-kali mengatakan akan mempertimbangkan mana konten yang layak atau dilarang muncul di media sosial.
Hal yang benar-benar berbeda dengan Twitter.
"Karena di internet kita bicara tentang keterbukaan, kebebasan. Jika pengguna baru tidak bisa masuk, lalu ada pembatasan dan tidak bisa terlibat serta berpartisipasi secara terbuka, itulah yang akan mengundang perhatian lebih besar," kata Gadde.
Share: