IND | ENG
Duh, Pemerintah Izinkan Data Indonesia di Luar Negeri

Ilustrasi

Duh, Pemerintah Izinkan Data Indonesia di Luar Negeri
Arif Rahman Diposting : Senin, 21 Oktober 2019 - 16:30 WIB

Cyberthreat.id - Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) terus menuai kontroversi dari kalangan asosiasi/organisasi ICT Tanah Air.

Kontroversi menyangkut kedaulatan data yang menurut gabungan asosiasi/organik ICT melawan instruksi Presiden Joko Widodo yang telah mengingatkan pentingnya kekayaan data Indonesia berada di wilayah hukum NKRI.

Pasal 21 ayat (1) PP no 71 tahun 2019 menyatakan; "Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat melakukan pengelolaan, pemrosesan dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di LUAR WILAYAH Indonesia."

Ketua umum Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI), Djarot Subiantoro menilai Pemerintah perlu mengkaji lebih jauh dampak jangka panjang sebagai akibat pemberlakuan pasal 21 ayat (1) PP no 71 tahun 2019 tersebut.

Menurut dia, PP no 82 tahun 2012 yang direvisi menjadi PP no 71 tahun 2019 belum dikaji dampaknya dari sudut kepentingan yang lebih besar, terutama menyangkut kedaulatan dan kekayaan data masyarakat Indonesia ke depan.

"Substansi perubahan yang di awal sudah diketahui akan memberikan dampak negatif secara jangka panjang dan skala lebih besar, sebaiknya kita hindari," kata Djarot.

"Semoga dapat dikaji dahulu dari perspektif dan kepentingan lebih besar sebelum diputuskan, yang kami tidak rasakan dalam proses revisi PP 82 kali ini."

Induk asosiasi/organisasi sektor ICT Indonesia, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), menilai pemberlakuan Pasal 21 PP no 71 tahun 2019 jelas sekali melawan instruksi Presiden Jokowi.

Dalam beberapa kesempatan presiden mengingatkan Bangsa Indonesia harus berdaulat terhadap kekayaan data yang dimiliki. Apalagi infrastruktur fisik maupun infrastruktur cyber terus bertumbuh siginifikan seiring kenaikan pengguna internet dan konektivitas.

"Jangan sampai data kita, (data) selera konsumen, (data) selera pasar kita diketahui oleh negara lain, sehingga mereka bisa menggerojoki kita dengan produk-produk sesuai selera kita," kata Presiden Jokowi saat meresmikan Palapa Ring "Tol Langit" di Istana Negara, Senin (14 Oktober 2019).

Indonesia dengan 264 juta penduduk merupakan kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara bernilai Rp 569 triliun (40 miliar USD) di tahun 2019. Jumlah itu sepertiga dari total ekonomi digital Asia Tenggara yang tahun ini menembus 100 miliar USD (Rp 1.416 triliun).

Ketua Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Andi Budimansyah, mengatakan revisi PP PSTE yang paling mencolok memang pasal 21 ayat (1) terkait "Sistem Elektronik dan Data elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di LUAR WILAYAH Indonesia".

Persoalan ini juga yang memiliki dampak terbesar ke depan. Terlebih, sejak isu ini mengemuka, pengusaha lokal yang selama ini bermain di data center dan bisnis turunannya tidak dilibatkan dalam proses Revisi PP 82 Tahun 2012 hingga menjadi PP no 71 tahun 2019.

"Kalau kami pelajari memang yang paling kontroversi pasal 21 (1) saja. Saya belum cek yang lain, tapi pasal ini memang jadi perhatian sejak awal," ujarnya kepada Cyberthreat.id, Senin (21 Oktober 2019).

#RevisiPppste   #Kedaulatandigital   #kedaulatandata   #perlindungandatapribadi   #keamanandata   #cyberthreat   #cybersecurity   #internet   #ekonomidigital   #datatransaksi   #aspiluki   #Mastel   #ftii

Share:




BACA JUGA
Luncurkan Markas Aceh, Wamen Nezar Dorong Lahirnya Start Up Digital Baru
Wujudkan Visi Indonesia Digital 2045, Pemerintah Dorong Riset Ekonomi Digital
Ekonomi Digital Ciptakan 3,7 Juta Pekerjaan Tambahan pada 2025
Politeknik Siber dan Sandi Negara Gandeng KOICA Selenggarakan Program Cyber Security Vocational Center
Survei APJII, Pengguna Internet Indonesia 2024 Mencapai 221,5 Juta Jiwa