
Ilustrasi | Foto: insidestory.org.au
Ilustrasi | Foto: insidestory.org.au
Sydney, Cyberthreat.id – Hubungan Australia dengan China memanas. Ini gara-gara Australia menuding serangan siber (cyberattack) yang dilancarkan China kepada parlemen nasional dan tiga partai politik terbesar sebelum Pemilu pada Mei lalu.
Pada 15 September lalu, Reuters melaporkan, intelijen Australia menuding China bertanggung jawab atas serangan siber. Badan intelijen siber Australia—Australian Signals Directorate (ASD)—menyimpulkan, serangan tersebut terjadi pada Maret lalu.
Reuters mendapatkan informasi tersebut dari lima sumber yang mengetahui temuan investigasi serangan itu. Namun, mereka menolak untuk disebutkan namanya karena sensitivitas isu. Sayangnya, Australia belum mau mengungkapkan kelompok mana yang berada di balik serangan itu.
Kementerian Luar Negeri China membantah terlibat dalam serangan siber tersebut, tulis Reuters, Jumat (11 Oktober 2019). Menurut China, dunia internet penuh dengan teori yang sulit untuk dilacak.
“Ketika menyelidiki dan menentukan sifat insiden online harus ada bukti lengkap dari fakta, jika tidak, itu hanya menciptakan rumor, mengotori orang lain, dan menempelkan label kepada orang-orang tanpa pandang bulu,” kata Kemenlu China dalam sebuah pernyataan.
“Kami ingin menekankan bahwa China juga menjadi korban serangan internet,” Kemenlu menegaskan.
“China berharap Australia dapat bertemu untuk jalan tengah, dan melalukan lebih banyak untuk mendapatkan rasa saling percaya dan kerja sama antara kedua negara.”
China merupakan mitra dagang terbesar Australia. Perdagangan yang paling mendominasi adalah biji besi, batubara, dan pertanian. Terlebih China juga mengirimkan mahasiswanya tiap tahun ke Australia, termasuk kunjungan wisatawan China.
Berita Terkait:
Serangan Canggih
Serangan terhadap parlemen Australia itu terjadi pada Maret lalu. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan pada saat itu, serangan "canggih" itu mungkin dilakukan oleh pemerintah asing. Dia tidak menyebutkan nama pemerintah yang dicurigai terlibat.
Ketika peretasan ditemukan, anggota parlemen Australia dan stafnya diberitahu oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Senat untuk segera mengubah kata sandi mereka, menurut pernyataan parlemen pada saat itu.
Investigasi ASD dengan cepat menetapkan bahwa para peretas juga telah mengakses jaringan partai Liberal yang berkuasa, mitra koalisinya Nationals yang berbasis di pedesaan, dan partai Buruh oposisi, dua sumber mengatakan.
Waktu serangan adalah tiga bulan menjelang pemilihan Australia.
Peretas yang menyerang partai-partai politik diduga mengakses ke makalah kebijakan tentang topik-topik seperti pajak dan kebijakan luar negeri, dan korespondensi email pribadi antara anggota parlemen, staf dan warga negara lainnya.
Penyelidik Australia menemukan penyerang menggunakan kode dan teknik yang diketahui telah digunakan oleh China di masa lalu, menurut dua sumber.
Temuan serangan itu juga dibagikan dengan setidaknya dua sekutu, Amerika Serikat dan Inggris, kata empat orang yang akrab dengan penyelidikan.
Inggris mengirim tim kecil pakar maya ke Canberra untuk membantu menyelidiki serangan itu, kata tiga di antara mereka. Amerika Serikat dan Inggris menolak berkomentar.
Imbauan Tenang
Serangan politik pun datang dari Menteri Luar Negeri Australia Peter Dutton. Ia mengatakan, Australia tidak akan tinggal diam meski kedua negara memiliki hubungan baik perdagangan.
“Tapi, kami tidak akan membiarkan mahasiswa dipengaruhi secara berlebihan, kami tidak akan membiarkan pencurian kekayaan intelektual, dan kami tidak membiarkan badan pemerintah atau nonpemerintah kami diretas,” kata dia.
Setelah serangan pada Maret lalu, Australian National University (ANU) juga kena retas. Prasangka pun mengarah kepada China meski ANU menyatakan sulit untuk mengidentifikasi siapa di balik serangan siber itu.
Kedutaan Besar China di Canberra menyebut tudingan bahwa Australia di balik serangan itu adalah "tidak rasional ... mengejutkan dan tidak berdasar," demikian dalam sebuah pernyataan di situs webnya.
"Retorika konyol seperti itu sangat merusak rasa saling percaya antara China dan Australia dan mengkhianati kepentingan bersama kedua bangsa," kata kedutaan.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mendesak agar semua pihak tetap tenang
"Saya akan memperingatkan terhadap segala jenis analisis yang berlebihan atau reaksi berlebihan terhadap komentar-komentar itu, karena mereka hanya mencerminkan bahwa kita adalah dua negara yang berbeda," kata Morrison kepada wartawan di Fiji dalam pidato yang disiarkan televisi.
Australia dan Cina memiliki banyak kesamaan, Morrison menambahkan.
“Itulah mengapa saya pikir hubungan kita dengan Cina akan selalu tetap positif, karena berfokus pada hal-hal yang kita sepakati dan yang menguntungkan setiap negara, bukan pada bidang yang saya pikir ada perbedaan yang jelas. Dan, tentu saja ada perbedaan yang jelas,” katanya.
Share: