
Ilustrasi | Foto: Faisal Hafis
Ilustrasi | Foto: Faisal Hafis
Jakarta, Cyberthreat.id - Analis intelejen dan keamanan Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, mengatakan Pemerintah perlu mengelola informasi dengan benar pasca peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10 Oktober 2019).
"Terutama menjelang pelantikan Presiden nanti. Karena ini adalah cara kita bernegara dan berbangsa. Maka kita, khususnya Pemerintah, perlu hati-hati mengelola informasi," kata Stanislaus kepada Cyberthreat.id, Kamis (10 Oktober 2019).
Peristiwa penusukan Wiranto menjadi trending di media sosial dan diberitakan oleh media massa dunia.
Seiring informasi tersebut muncul juga disinformasi dengan narasi yang menghasut dan cenderung memecah belah, bikin rusuh, membuat masyarakat tidak nyaman di Tanah Air.
Di era post truth, kata dia, gelombang informasi akan muncul setelah sebuah peristiwa terjadi kemudian diikuti oleh disinformasi/pembelokan informasi.
Untuk kasus penusukan Wiranto, menurut Stanislaus jangan sampai muncul narasi-narasi yang merugikan negara dan masyarakat. Apalagi Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan seruan melawan radikalisme.
"Pemerintah mengelola informasi bukan berarti mengontrol informasi, tapi memberikan kontra narasi melawan hoaks atau memberikan informasi yang benar namun menumbuhkan optimisme," ujarnya.
Selain itu, Stanislaus juga mengingatkan masyarakat untuk memahami setiap narasi yang berkembang di ruang cyber seperti media sosial.
Menurut dia, akan selalu ada pihak yang mendapatkan keuntungan. Misalnya sharing berita hoaks yang sebenarnya mendatangkan klik atau belanja data bagi raksasa digital sehingga itu menjadi mesin uang. Belum lagi gelombang ribuan atau puluhan ribu hoaks yang sudah jadi lahan bisnis.
"Tujuannya menciptakan ketakutan dan pesimisme. Dan pesan-pesan itu pula yang dishare lalu dibagi-bagikan di media sosial dan grup-grup," ujarnya.
Share: