
Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian (tengah) sebelum membuka FGD Manajemen Krisis Siber di Jakarta, Kamis (10 Oktober 2019) | Foto: Arif Rahman
Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian (tengah) sebelum membuka FGD Manajemen Krisis Siber di Jakarta, Kamis (10 Oktober 2019) | Foto: Arif Rahman
Jakarta, Cyberthreat.id - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn) Hinsa Siburian mengatakan negara harus mampu mengambil langkah strategis dan taktis dalam menghadapi krisis siber, terutama dalam melindungi rakyat dan negara.
Keamanan siber (cybersecurity), kata dia, menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan sistem elektronik maupun infrastruktur kritis, karena serangan siber terjadi secara masif yang dapat mengancam jiwa manusia, kestabilan ekonomi hingga kedaulatan negara.
"Negara harus dapat mengantisipasi dan siap menghadapi apabila krisis itu siber benar-benar terjadi," kata Hinsa sebelum membuka Focus Group Discussion (FGD) Manajemen Krisis Siber di Jakarta, Kamis (10 Oktober 2019).
Manajemen krisis siber, Hinsa menjelaskan, sejatinya merupakan suatu langkah administratif dalam rangka pengambilan keputusan secara cepat, serentak dan mampu menembus ruang dan waktu terhadap semua potensi ancaman keamanan siber.
Diperlukan koordinasi dan kolaborasi dalam menghadapi ancaman krisis siber. Sebagai contoh, Hinsa menyebutkan hasil Laporan Google Temasek dan Bain bertajuk e-Conomy SEA 2019. Laporan itu menyatakan nilai ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara telah menembus angka US$ 100 milar atau Rp 1.418,17 triliun.
Dari jumlah itu, sekitar US$ 40 miliar atau Rp 560 miliar merupakan dinamika ekonomi digital yang berasal dari Indonesia.
"Dengan nilai pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan potensi ekonomi digital yang luar biasa. Indonesia harus menjaga potensi tersebut guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Hinsa.
FGD kali ini merupakan rangkaian kegiatan serupa yang telah digelar sebelumnya. Melibatkan pakar dan praktisi diantaranya Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA., Mphil., MA., Profesor Marsudi W. Kisworo dan Profesor Eko Budihardjo, Gildas Deograt dan lainnya.
"Indonesia sebetulnya sudah menghadapi beberapa krisis siber dan Alhamdulillah kita mampu lewati dengan baik. Memang krisis siber yang sebelumnya tidak diketahui secara luas oleh masyarakat, tapi tantangan semakin kompleks ke depan sementara teknologi terus berkembang," ujar Gildas Deograt.
Share: