
Truecaller
Truecaller
Jakarta, Cyberthreat.id - Saat ini, aplikasi TrueCaller tengah menjadi perbincangan hangat warganet. Seorang warganet @abheemanyun mencoba menelisik nomor-nomor telepon di Whatsapp Group (WAG) anak STM dengan aplikasi besutan developer Swedia itu. Hasilnya, beberapa nomor tersebut diduga milik polisi. Beberapa media malah langsung menelepon ke satu dua nomor dan hasilnya semakin menguatkan dugaan nomor tersebut milik polisi. Temuan ini pun menjadi viral dan mendapat banyak tanggapan.
Sebagian warganet menilai polisi tampaknya telah menyusup di WAG anak STM seperti G30S STM ALLBASE, ANAK STM K*** BACOT, STM SEJABODETABEK, STM/K BERSATU untuk mendiskreditkan unjuk rasa siswa STM 24 September lalu. Sebagian lagi menilai adanya penyesatan informasi karena nama-nama polisi yang muncul seperti "Bripda Raski Prov Mabes", "Briptu Renaldo", atau "Bripda Eggy Septiadi" bisa jadi nama-nama yang diberikan pihak lain. Mekanisme "crowdsourcing" Truecaller memang memungkinkan hal itu. Nama yang muncul dari sebuah nomor ponsel merupakan nama yang ada di database Truecaller. Misalnya nomor 08186xxxxx disimpan oleh banyak pengguna Truecaller sebagai "Mr. Trump", maka nama "Mr. Trump" yang akan mewakili nomor 08186xxxxx tersebut. Jika pun nomor tersebut berpindah tangan, nama tersebut masih akan tersimpan di database Truecaller.
Di luar soal siapa sebenarnya pemilik nomor-nomor di WAG anak STM tersebut, masalah yang patut menjadi perhatian adalah privasi data penggunanya. Sebagian besar pengguna Truecaller ingin menghindari panggilan spam atau panggilan tidak dikenal, yang merupakan tujuan awal Truecaller dibuat oleh Alan Mamedi dan Nami Zarringhalam, pada 2009. Ketika pengguna mendapatkan panggilan dari nomor yang tidak disimpan di phonebook-nya, Truecaller akan memeriksa nomor tersebut di database dan memberitahu nama atau predikat nomor tersebut yang ada di database. Misalnya "Telemarketer", "Asuransi", "Mr. Trump", atau nama asli pemilik nomor. Sungguh bermanfaat! Benarkah?
Ada masalah privasi yang masih patut dipertanyakan. Poin-poin berikut ini akan membantu Anda untuk memutuskan apakah Anda masih menginginkan Truecaller atau tidak.
Screenshot data pengguna Truecaller asal India dijual di dark web. Image: bankinfosecurity.asia
Sebagian pengguna Truecaller tentu merasa mendapatkan manfaat dengan mengetahui panggilan spammer atau telemarketer yang ingin dihindarinya. Di sisi lain, aplikasi ini terasa seperti pedang bermata dua. Untuk mendapatkan manfaatnya, data pribadi pengguna harus masuk database publik yang bisa diakses pihak ketiga.
Mungkin Anda kemudian berubah pikiran dan ingin membuang Truecaller dan menghapus nomor ponsel Anda dari database Truecaller. Bisakah? Pengguna bisa menghapus nomor ponselnya dari database dengan fitur "Unlist" dan menghapus Truecaller dari ponselnya. Lalu 24 jam kemudian nomornya akan lenyap dari database. Akan terhapus selamanya? Tidak juga.
Jika ada pengguna baru Truecaller yang memiliki nomor Anda di ponselnya dan memberi izin aplikasi untuk mengakses data kontak ponselnya, nomor Anda akan kembali masuk database. Atau jika ada pengguna lama Truecaller yang memberi nama baru untuk nomor ponsel Anda, nomor ponsel Anda akan kembali masuk ke database. Jadi, nomor ponsel seseorang bisa masuk database Truecaller tanpa ia harus menginstall aplikasi.
Selain Truecaller banyak aplikasi lain yang bisa mengakses data kontak di ponsel Anda. Aplikasi ini mendapat data bukan dengan mencuri melalui malware, tapi melalui izin Anda.
Share: