
Ilustrasi Bitcoin | Foto: freepik.com
Ilustrasi Bitcoin | Foto: freepik.com
Jakarta, Cyberthreat.id – Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia Arminsyah mengatakan, kejahatan mata uang kripto (cryptocurrency) yang bersifat lintas negara haruslah dipandang sebagai musuh bersama (common enemy).
Oleh karenanya, kata dia, cara penanganannya pun tidak dapat dihadapi secara parsial oleh masing-masing negara, tapi dicegah, diperangi, dan diberantas secara holistik dan bersama-sama.
Menurut dia, perkembangan cryptocurrency semakin masif dan mengguncang layanan keuangan dan sistem pembayaran global. “Tercatat sekitar 1.300 mata cryptocurrency beredar di dunia," ujar dia di acara pelatihan terpadu aparat penegak hukum antarnegara di Badan Diklat Kejaksaan RI, Selasa (1 Oktober 2019).
Pelatihan bertema "Mengantisipasi Perkembangan Kejahatan Cryptocurrency" dihadiri oleh perwakilan beberapa negara sahabat, yakni Hong Kong, Thailand, Malaysia, Singapura, Australia, Rusia, dan Turki.
Arminsyah mengatakan, alasan pemilihan tema pelatihan tentang kejahatan cryptocurrency karena isu tersebut bersifat kontekstual dan relevan.
“Seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan internet dan teknologi informasi yang telah mempengaruhi dan mengubah lanskap tata ruang ekonomi, sosial, budaya, politik bahkan peradaban umat manusia,” kata Arminsyah seperti dikutip dari situs web Kejagung.
Kejahatan cryptocurrency , menurut dia, tidak hanya berdampak kepada negara yang melegalkan, tapi juga kepada negara lain yang melarangnya mata uang kripto tersebut. Apalagi jaringan cryptocurrency tanpa sekat dan batas serta bersifat global.
“Cryptocurrency crime saat ini berkembang semakin signifikan meski skala penuh penyalahgunaan mata uang virtual ini masih belum diketahui. Nilai pasarnya pada tahun 2018 dilaporkan telah melebihi 7 miliar euro (sekitar Rp 108,5 triliun) di seluruh dunia,” kata Arminsyah.
Penggunaan cryptocurrency yang semakin masif tidak hanya menimbulkan dampak yang positif, kata dia, juga berkorelasi dengan tumbuhnya kegiatan ilegal, seperti pencucian uang, transfer dana narkotika, pendanaan teroris, tindak pidana korupsi, dan penggelapan pajak.
Menurut Arminsyah, perlu koordinasi yang tidak semata-mata bersifat formal melalui ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik (MLA), tetapi juga melalui kerja sama nonformal, prosecutor to prosecutor, police to prosecutor, dan customs to prosecutor.
Selain itu juga antarnegara perlu saling membantu dalam bentuk penyampaian informasi, data, saran, dan pemberian fasilitas kemudahan ketika saling memerlukan.
Share: