IND | ENG
Pakar Siber: Kekayaan Data Indonesia Incaran Investor Asing

Dr. Pratama Persadha

Pakar Siber: Kekayaan Data Indonesia Incaran Investor Asing
Arif Rahman Diposting : Rabu, 11 September 2019 - 08:15 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Di era siber dan peradaban digital, kekayaan Indonesia yang paling berharga adalah data. Data kini disebut The New Oil merupakan komoditas baru yang menandakan berakhirnya era energi dan sumber daya mineral.

"Maka tidak heran jika sekarang para investor tidak sungkan memberikan kucuran dana besar-besaran kepada startup-startup di dunia yang mampu menawarkan data kepada mereka," kata pakar keamanan siber Pratama Persadha dalam keterangan pers kepada Cyberthreat.id, Selasa (10 September 2019).

Sebagai gambaran adalah perbandingan valuasi 500 perusahaan besar di tahun 2006 dan 2018. Tentu sebagian besar dari 10 perusahaan teratas di tahun 2018 adalah perusahaan yang menjadikan data sebagai fokus utama.

Sebut saja Amazon yang menduduki peringkat teratas dengan valuasi sekitar 2.037 triliun rupiah. Disusul Apple dengan valuasi 1.977 triliun, Google (Rp 1.633 triliun), Samsung (Rp 1.252 triliun) dan Facebook (Rp 1.217 triliun).

Di Indonesia, Gojek perusahaan penyandang status decacorn pertama di Tanah Air memiliki valuasi 10 miliar USD atau setara dengan Rp 142 triliun. Hal ini membuat valuasi Gojek 14 kali lipat dari kapitalisasi pasar maskapai Garuda Indonesia yang berada di angka Rp 11,07 triliun.

"Dunia saat ini telah memasuki era baru, dimana dunia industri dan bisnis menggunakan peran kecerdasan buatan atau Artificial Intelegencial (AI)."

Kemampuan AI digunakan untuk mengolah data sehingga menjadi sesuatu yang berharga. Lebih berharga dari minyak atau barang tambang lainnya.

"Dalam era ini mulai dari profil seseorang, aktivitas, kebiasaan, lokasi, kesukaan dan sebagainya dapat dengan mudah dikumpulkan. Data yang telah terkumpul tersebut kemudian diolah melalui kemampuan AI sehingga menjadi informasi berharga," ujar Pratama.

Secara virtual semua aktivitas keseharian yang dilakukan oleh setiap orang adalah "tambang" data digital. Alam dan isinya adalah sumber Big Data yang kemudian ditambang menggunakan internet atau smartphone.

"Contoh sederhananya adalah pergerakan masyarakat Jakarta yang terekam melalui global positioning system (GPS). Dari rekaman tersebut dapat diketahui lokasi-lokasi dengan kerumunan atau kepadatan yang tinggi, kemudian dapat diketahui waktu atau jam puncaknya, dan seterusnya. Sehingga dari data tersebut dapat ditentukan prospek bisnis yang sesuai," kata Chairman dari Communication Information Sistem Security Research Center (CISSReC) tersebut.

Regulasi Mendesak

Begitu pentingnya peran data, tingkat kebutuhan negara-negara maju terhadap data melebihi kebutuhan minyak. Sebuah negara atau perusahaan dapat menguasai ekonomi dan mendapatkan keuntungan yang besar dari negara lainnya dengan menggunakan data.

Pratama mencontohkan bagaimana startup dalam negeri dengan status unicorn atau decacorn yang mendapatkan guyuran dana besar dari berbagai perusahaan asing sebagai bagian dari investasi. Para investor tersebut, kata dia, memberikan dana besar karena melihat startup tersebut memiliki data dalam jumlah besar.

"Agar data ekonomi digital Indonesia tidak lepas atau dimanfaatkan pihak asing, maka pemerintah perlu serius mewujududkan payung hukum atau kebijakan untuk melindungi data tersebut," tegas dia.

Saat ini Indonesia sudah  memiliki aturan soal perlindungan data pribadi untuk sistem transaksi elektronik. Namun hanya sebatas  Peraturan Menteri (Permen) No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Sedangkan, untuk Undang-undang Perlindungan Data Pribadi hanya melindungi beberapa data KTP saja, bukan perilaku pelanggan yang dicatat IT Startup. UU-nya pun masih draft, belum ditandatangani.

Selain itu, pemerintah juga perlu memiliki pusat inkubasi data tersendiri yang bisa diakses untuk mengatur bagian krusial dari data ekonomi digital. Sebagai contoh adalah India memiliki sistem identitas digital bernama, Aadhaar.

Proteksi terhadap data-data rakyat Indonesia mendesak untuk dilakukan. Karena, disadari atau tidak, selain sebagai bagian dari bisnis, penguasaan data juga menjadi bagian dari perang asimetris.

#CISSReC   #pratamapersadha   #data   #bigdata   #Analytics   #google   #Facebook   #Gojek   #Amazon   #ruupdp   #apple

Share:




BACA JUGA
Pemerintah Dorong Industri Pusat Data Indonesia Go Global
Google Mulai Blokir Sideloading Aplikasi Android yang Berpotensi Berbahaya di Singapura
Apple Keluarkan Patch untuk Zero-Day Kritis di iPhone dan Mac
Google Penuhi Gugatan Privasi Rp77,6 Triliun Atas Pelacakan Pengguna dalam Icognito Mode
Malware Menggunakan Eksploitasi MultiLogin Google untuk Pertahankan Akses Meski Kata Sandi Direset